Home Internasional AS Buka Persidangan Kasus Bom Bali di Guantanamo

AS Buka Persidangan Kasus Bom Bali di Guantanamo

Kuba, Gatra.com - Tiga tahanan yang berada di pusat penahanan Teluk Guantanamo, diperkirakan akan menjalani hari pertama mereka di pengadilan, setelah ditahan selama 18 tahun, dengan tuduhan pemboman klub malam Bali, tahun 2002.

Dikutip AP, Senin (30/8), tahanan Indonesia Encep Nurjaman, yang dikenal sebagai Hambali, dan dua warga Malaysia diadili pada Senin (30/8) di depan komisi militer atas tuduhan diantaranya pembunuhan, konspirasi dan terorisme. 

Kasus ini hanyalah langkah pertama yang menjadi perjalanan hukum yang panjang dalam sebuah kasus yang memerlukan bukti, yang selama ini dikesankan adanya citra buruk terjadinya penyiksaan CIA, termasuk masalah yang sebagian besar masuk dalam kasus-kasus kejahatan perang, selama bertahun-tahun di Guantanamo.

Sidang ini juga dilakukan saat pemerintahan Biden menginginkan akan menutup pusat penahanan, di mana AS masih menahan 39 dari 779 orang yang ditangkap, setelah serangan dan invasi 11 September 2001 ke Afghanistan.

Tiga orang yang didakwa sehubungan dengan pengeboman klub malam ditahan di sel rahasia CIA selama tiga tahun, diikuti 15 orang lagi di pangkalan AS yang terisolasi di Kuba.

Brian Bouffard, seorang pengacara untuk Mohammed Nazir bin Lep, salah satu pria Malaysia menyebut keputusan untuk mendakwa mereka dibuat oleh pejabat hukum Pentagon pada akhir pemerintahan Trump, mempersulit upaya untuk menutup pusat penahanan.

Itu membuat lebih sulit bagi pemerintahan baru untuk menambahkan siapa pun ke dalam daftar mereka, yang berpotensi dipindahkan dari Guantanamo atau bahkan dikirim pulang. 

“Bahkan akan lebih sulit setelah dakwaan,” kata Bouffard.

Apakah dakwaan benar-benar akan terjadi, tidak pasti. Pengacara telah berusaha untuk menunda kasus ini karena sejumlah alasan, termasuk apa yang mereka katakan adalah akses yang tidak memadai ke penerjemah dan sumber daya lainnya, untuk melakukan pembelaan. Terdakwa masih diharapkan untuk hadir di persidangan.

Hakim Angkatan Laut yang memimpin kasus di komisi, campuran hukum militer dan sipil, diharapkan mempertimbangkan pertanyaan itu sebelum dakwaan dapat diajukan secara resmi di ruang sidang yang dinilai aman setelah di pasang gulungan kawat berduri di pangkalan.

Nurjaman adalah seorang pemimpin Jemaah Islamiyah, sebuah kelompok militan Asia Tenggara yang memiliki hubungan dengan Al-Qaeda. 

Pemerintah AS mengatakan dia merekrut militan, termasuk bin Lep dan orang Malaysia lainnya yang didakwa dalam kasus ini, Mohammed Farik bin Amin, untuk operasi jihad.

Di antara plot yang dilakukan Al-Qaeda dan Jemaah Islamiyah adalah bom bunuh diri Oktober 2002 di Paddy's Pub dan Sari Club di Bali, Indonesia, dan bom bunuh diri Agustus 2003 di JW Marriott di Jakarta, Indonesia. 

Serangan bersama-sama menewaskan 213 orang, termasuk tujuh orang Amerika, dan melukai 109 orang, termasuk enam orang Amerika. Puluhan korban adalah turis asing, sebagian besar warga Australia.

Jaksa menuduh bin Lep dan warga Malaysia lainnya, Mohammed Farik bin Amin, bertindak sebagai perantara dalam transfer uang yang digunakan untuk mendanai operasi kelompok tersebut.

Ketiganya ditangkap di Thailand pada tahun 2003 dan dipindahkan ke "situs hitam" CIA, di mana mereka disiksa, sebagaimana laporan Komite Intelijen Senat yang dirilis pada tahun 2014. Pada tahun 2006, mereka dipindahkan ke Guantanamo.

Tidak jelas mengapa begitu lama menuntut mereka sebelum komisi militer. Jaksa militer mengajukan tuntutan terhadap orang-orang tersebut pada Juni 2017, tetapi pejabat hukum Pentagon yang mengawasi kasus-kasus Guantanamo menolak dakwaan tersebut dengan alasan yang belum diungkapkan kepada publik.

Kasus ini memiliki banyak elemen yang membuatnya rumit, termasuk apakah pernyataan yang dibuat orang-orang tersebut kepada pihak berwenang dapat ditahan di pengadilan karena pelecehan yang mereka alami dalam tahanan CIA, fakta bahwa orang-orang telah dihukum, dan dalam beberapa kasus dieksekusi, di Indonesia. 

Untuk serangan itu, dan waktu yang lama untuk mengajukan tuntutan — apalagi sampai ke pengadilan.

Beberapa dari masalah yang sama telah muncul dalam kasus terhadap lima tahanan Guantanamo yang dituduh merencanakan dan membantu serangan 11 September. Mereka didakwa pada Mei 2012 dan masih dalam tahap praperadilan, tanpa tanggal persidangan yang dijadwalkan.

Pengacara Bin Amin, Christine Funk, memperkirakan periode panjang penyelidikan pembelaan yang akan membutuhkan perjalanan panjang, setelah pandemi berakhir, untuk mewawancarai saksi dan mencari bukti. 

Namun, katanya, kliennya cemas dan ingin mengajukan kasus ini dan segera pulang.

243