Home Ekonomi Pengupahan Turun, FPB Tolak Penentuan UMK Versi UU Ciptaker

Pengupahan Turun, FPB Tolak Penentuan UMK Versi UU Ciptaker

Sukoharjo, Gatra.com -  Forum Peduli Buruh (FPB) Kabupaten Sukoharjo menolak penentuan Upah Minimum Kerja (UMK) yang mengacu pada UU Cipta Kerja. Hal tersebut diketahui saat dilakukannya audiensi dengan Komisi IV DPRD Sukoharjo, Kamis (11/11). 

Ketua FPB Sukoharjo, Sukarno mengatakan, kedatangan FPB ini yakni menyampaikan aspirasi tentang sistem pengupahan yang tidak lagi berpihak pada buruh. Sebab jika mengacu pada UU Cipta Kerja, kualitas sistem pengupahan semakin menurun dibandingkan dengan sistem pengupahan sebelumnya.

"Dalam sejarah pengupahan di Indonesia diawali dengan UU No 13 Tahun 2003 yang mengamanatkan sistem pengupahan pada capaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) bagi pekerja lajang," katanya.

Kemudian dilanjutkan Sukarno, pada tahun 2015 pemerintah mengeluarkan PP No 78 Tahun 2015 yang mengatur upah minimun dengan menambahkan nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Dan di tahun 2021 ini pemerintah kembali mengeluarkan PP no 36 Tahun 2021 sebagai tindaklanjut UU Cipta Kerja yang menjadi bukti nyata penurunan kualitas pengupahan di Indonesia.

Jika mengacu pada PP No 78 tahun 2015, lanjut, Sukarno, upah minimum ditentukan dengan upah minimum berjalan ditambah nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Penghitungan FPB, UMK tahun ini Rp1.986.450 Rp89.390 Rp103.295 : Rp2.179.135. Namun, jika mengacu pada PP No 36 Tahun 2021, nilai UMK hanya mencapai Rp2.007.109.

"Kondisi ini menjadi pertanyaan besar bagi kami, apakah ini memang semangat dari DPR dengan mengesahkan UU Cipta Kerja? Apakah pemerintah akan mengekploitasi buruh dan rakyat dengan sistem upah murah? Apakah upah murah ini yang ditawarkan pemerintah untuk menarik investor? Bagaimana meningkatkan taraf hidup dan mengurangi angka kemiskinan jika daya beli masyarakat atau pekerja semakin terpuruk?" papar Sukarno.

Sekretaris FPB, Sigit Hastono, menambahkan, sistem pengupahan saat ini sangat tidak berpihak pada buruh. Untuk itu, FPB menuntut DPR selaku wakil rakyat untuk memperjuangkan rakyatnya dalam hal ini buruh. Hal itu terkait dengan penentuan UMK tahun 2022. 

"FPB berharap kualitas pengupahan semakin naik, bukan malah semakin turun. FPB meminta agar salah satu paramater untuk menentukan UMK adalah hasil survei KHL," terangnya.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sukoharjo, Agus Sumantri menyampaikan, jika aspirasi dari FPB tersebut akan diteruskan ke DPR. Pasalnya, masalah undang-undang yang jadi acuan untuk menentukan upah minimun merupakan ranah DPR, bukan DPRD. 

"Komisi IV DPRD Sukoharjo mendukung apa yang menjadi keluhan FPB tersebut," ucapnya.

Sementara untuk saat ini, UMK Kabupaten Sukoharjo Rp 1.938 juta. Sedangkan draft usulan UMK tahun 2022 sekitar Rp 2,4 juta.

"Dan mudah-mudahan benar, sehingga dapat segera terealisasikan secara maksimal. Harapan saya agar dari Disnaker segera menanyakan kepada dewan pengupahan pusat, berapa kepastian jumlah UMK Kabupaten Sukoharjo, sehingga tidak muncul keresahan dari teman teman buruh," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disnaker) Sukoharjo, Suharno menuturkan, proses pembahasan UMK Kabupaten Sukoharjo dasarnya sesuai dengan PP No.36 Tahun 2021 dan data statistik dari BPS Pusat untuk menghitung berapa jumlah UMK yang akan di sahkan.

"Saya sampaikan bahwa pada hari Rabu Tanggal 11 November 2021, telah diadakan rapat antara Dirjen Hubungan Kerja dan Pengupahan dengan Kadin Koperasi Prov Jateng, bahwa dalam pembicaraan tersebut membahas tentang pengupahan kerja bagi karyawan dan buruh, dan saat ini dewan pengupahan belum mempunyai angka atau gambaran berapa jumlahnya UMK yang akan diusulkan," bebernya.

Sehingga dilanjutkan Suharno, bahwa sampai saat ini belum ada surat maupun pemberitahuan dari Gubernur untuk membahas pengupahan buruh. Untuk itulah sampai saat ini juga belum ada gambaran berapa jumlah UMK untuk buruh Kabupaten Sukoharjo.

1232