Home Ekonomi Literasi Inklusi Bantu Pemulihan Ekonomi

Literasi Inklusi Bantu Pemulihan Ekonomi

Jakarta, Gatra.com – Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Republik Indonesia, Deni Kurniadi, berpendapat bahwa literasi berbasis inklusi sosial menjadi sangat ampuh dalam membantu pemulihan ekonomi dan reformasi sosial pada masa pandemi Covid-19.

Deni dalam Live Streaming Talk Show Publik Perpusnas bertajuk “Meniti Jalan Literasi untuk Wujudkan SDM Unggul Indonesia Maju” pada Selasa (7/12), menyampaikan, literasi tersebut menjadi kunci penting, karena perpustakaan di Indonesia kini tak lagi hanya sekadar menjadi pusat informasi bahan kepustakaan.

Menurutnya, saat ini pepustakaan di Tanah Air juga berkontribusi membangun masyarakat berpengetahuan melalui ikhtiar kolektif untuk menumbuhkan tradisi dan budaya baca.

Perpusnas sebagai pusat ilmu pengetahuan, lanjut dia, juga mampu mendorong lahirnya inovasi dan kreativitas masyarakat serta mengembangkan potensi literasinya sesuai dengan kebutuhan setempat.

“Perpustakaan juga adalah pusat kebudayaan, untuk melestarikan dan memajukan kebudayaan,” ujarnya.

Lebih jauh Deni mengungkapkan, perpustakaan juga kini berkontribusi terhadap pendapatan keluarga atau masyarakat melalui sejumlah kegiatan kreasi yang diselenggarakan di setiap daerah.

Pepustakaan telah menjadi ruang berbagi pengalaman, belajar kontekstual, dan berlatih keterampilan. Menurutnya, ini terbukti dengan meningkatnya kunjungan ke perpustakaan, pelibatan masyarakat dalam kegiatan perpustakaan, dan ekspos media terhadap aktivitas perpustakaan.

Adanya dana filantropis dan CSR yang menyasar perpustakaan, kata dia, juga sangat membatu untuk penyediaan bahan bacaan bagi masyarakat. Ini kian memperkuat gerakan literasi. Perpustakaan sebelumnya sangat bergantung pada APBN atau APBD.

Gerakan literasi ini kian besar dan menyasar semua daerah. Pasalnya, pemerintah daerah turut menyokong penuh karena merupakan amanat dari undang-undang. Saat ini, kata Deni, totalnya sudah ada 164.610 perpustakaan beragam jenis.

“Meski jumlah terbesar sekitar 40% berada di Pulau Jawa. Tetapi kita terus dorong yang di luar Pulau Jawa juga bisa memiliki dan memanfaatkan perpustakaan dengan lebih maksimal,” ujarnya.

Deni mengungkapkan, 34 provinsi di Indonesia seluruhnya sudah mempunyai Dinas Perpustakaan. Dari 514 kabupaten atau kota, sebanyak 493 Dinas Perpustakaan sudah dibentuk dan sekitar 23 ribu perpustakaan desa sudah dibangun.

“Artinya, Perpustakaan Nasional sebagai pembina perpustakaan sudah tidak sendiri. Kita sudah punya partner dengan daerah, yang sama-sama mengembangkan,” katanya.

Sedangkan untuk kaum milenial yang cenderung mencari referensi dengan bentuk audio visual, Perpusnas menyediakan kebutuhan tersebut, dengan menyediakan akses digital, seperti aplikasi dan buku-buku digital.

“Jadi pada masa pandemi ini, karena tidak bisa datang ke perpustakaan melalui layanan digital ini, perpustakaan yang akan datang ke masyarakat,” katanya.

Deni mengungkapkan, hasil yang diraih Perpusnas ini merupakan buah kerja keras semua elemen, termasuk Bappenas dan Komisi X DPR RI untuk menyokong pendanaan Perpusnas.

Untuk masyarakat yang ingin melihat dan memanfaatkan koleksi fisik perpustakaan secara langsung, kata Deni, pihaknya sudah bisa melayani. Namun demikian, karena masih pandemi, maka pelaksanaannya sesuai protokol kesehatan, salah satunya membatasi jumlah kunjungan per hari hanya 2 ribu orang dari kapasitas 20 ribu pengunjung Perpusnas di Merdeka Selatan.

Sementara itu, Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, memberikan apersiasi kepada Perpusnas yang cepat melakukan adaptasi setah terjadi pandemi Covid-19. Adaptasi tersebut, yakni merintis perpustakaan digital yang dilakukan secara cepat sehingga publik tak meski lagi harus datang ke Pepusnas secara fisik.

“Komisi X DPR RI melihat Perpusnas konsisten mengadakan buku-buku yang berkualitas melalui berbagai program dan kegiatan,” kata Huda.

Menurutnya, ini menjadi penting karena buku merupakan instrumen yang tidak tergantikan dalam gerakan literasi. Adapun kendala literasi di Indonesia, masyarakat kesulitan mengakses buku.

Untuk mengatasi persoalan di tersebut, lanjut Huda, DPR akan terus mendorong seluruh lembaga, baik Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk berkolaborasi menjalankan gerakan literasi dan memperkuat peran perpustakaan sebagai jantung pendidikan di negeri ini.

Menurut Huda, gerakan literasi ini tak hanya didukung Komisi X DPR RI dari sisi regulasi dan anggaran, tetapi juga sampai kepada peran sekolah dan komunitas yang kedudukannya sangat penting.

Ia melanjutkan, sekolah dan komunitas berperan sangat besar dalam menumbuhkan minat baca anak. Gerakan ini harus sampai ke generasi terkecil sedini mungkin.

“Peran keluarga, peran sekolah, dan komunitas menjadi tiga pilar yang sangat penting dalam merancang masa depan anak-anak kita, dengan tingkat literasi yang tinggi,” katanya.

Huda mengajak seluruh elemen di negri ini untuk ambil bagian masing-masing agar program peningkatan literasi masyarakat ini kian membumi. Ia juga akan terus berjuang agar gerakan literasi ini mendapatkan afirmasi anggaran yang lebih besar lagi setiap tahunnya.

124