Home Hukum BUMN Perlu Dikeluarkan dari Rezim UU Kepailitan dan PKPU

BUMN Perlu Dikeluarkan dari Rezim UU Kepailitan dan PKPU

Jakarta, Gatra.com –Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia berdampak pada perekonomian. Di Indonesia, tak sedikit pelaku usaha swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengalami goncangan pada keuangan perusahaan dan terancam dipailitkan akibat tak sanggup membayar utang. Karena itu sempat mengemuka wacana untuk melakukan moratorium Undang Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (KPPU).

 

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkunham) Prof. Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan bahwa ada dua gagasan penting menyikapi wacana moratorium UU Kepailitan dan PKPU. 

 

"Pertama, perlunya BUMN dikeluarkan dari ketentuan rezim UU Kepailitan dan PKPU saat ini. Kedua, sebaiknya situasi ini direspon tidak dengan moratorium, tapi dengan merevisi UUnya,",kata Guru Besar Ilmu Hukum ini dalam diskusi bertajuk Moratorium UU Kepailitan dan PKPU dalam Presfektif Perbankan yang diselenggarakan TST secara hybride di Jakarta, Kamis (9/12).

 

Edward menyebut bahwa kehadiran BUMN sebagai objek swasta murni menjadi perdebatan dan berdampak dari sisi hukum privat, hukum tata negara, dan hukum pidana.

 

“Orang selalu bertanya apakah kekayaan BUMN itu kekayaan negara atau bukan? Sebab, katakanlah, kalau dia merupakan kekayaan terpisah, dan bukan masuk ke dalam rezim keuangan negara, maka kalau kegiatan yang merugikan BUMN, itu bukanlah tindak pidana korupsi. Tetapi kalau itu disatukan, maka masuk dalam tindak pidana korupsi “kata Edward.

 

Jika berpegang ke dalam UU BUMN, UU Perseroan Terbatas (PT), jelas sekali bahwa kekayaan BUMN itu adalah kekayaan yang terpisah, tetapi kalau merujuk pada UU  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), UU Keuangan Negara, UU Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), maka sebetulnya kekayaan BUMN itu merupakan kekayaan negara. Jadi tidak sinkron,” imbuh Edward.

 

Ketidaksinkronan UU ini, lanjut Edward berpotensi menimbulkan ketidakpastian penegakkan hukum. “Jadi saya setuju betul bahwa itu [BUMN], sebaiknya dikeluarkan saja [dari UU Kepailitan dan PKPU],”terangnya.

 

 

 

 

275