Home Nasional Eks Ketua Komnas Perempuan Nilai Publik Makin Kritis soal Kekerasan Seksual

Eks Ketua Komnas Perempuan Nilai Publik Makin Kritis soal Kekerasan Seksual

Jakarta, Gatra.com – Eks Ketua Komnas Perempuan periode 2010-2014, Yuniyanti Chuzaifah, mengungkapkan bahwa masyarakat makin hari makin kritis soal isu-isu kekerasan seksual.

Hal tersebut disampaikan Yuniyanti saat menanggapi temuan survei dari Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) yang dirilis Senin, (10/1/2021). Temuan survei tersebut menunjukkan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan Permendikbud Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Kampus panen dukungan dari publik.

Temuan survei tersebut mencatat bahwa sebanyak 60% masyarakat setuju dengan isi RUU TPKS, sebanyak 65% setuju dengan usul Presiden Jokowi agar RUU tersebut segera disahkan, dan sebanyak 92% setuju dengan isi Permendikbud.

“Ini memperlihatkan soal keterpaparan informasi. Publik semakin kritis. Itu membuat sikap-sikap yang cukup progresif,” kata Yuniyanti dalam konferensi pers virtual SMRC.

Temuan tersebut, kata Yuniyanti, juga menunjukkan bahwa di era digital saat ini, sekat-sekat geografis antara masyarakat kota dan desa jadi menghilang. Menurutnya, kedua kelompok masyarakat tersebut sudah saling berbaur di ruang digital dan dengan demikian keduanya memiliki pemahaman yang serupa, terutama terkait kekerasan seksual.

Dengan demikian, kaya Yunayanti, kesadaran publik menjadi lebih kuat perihal apa-apa yang terjadi di sekitarnya. Bahkan, katanya, sekarang masyarakat sipil punya pemikiran yang lebih maju dibanding pihak pengambil kebijakan yang diberi mandat oleh mereka.

Yuniyanti juga menyebutkan bahwa satu hal lain yang menyebabkan makin kritisnya masyarakat masa kini adalah kejernihan berpikir dan keengganan untuk terjerembab dalam politisasi agama. Ia memandang bahwa pengalaman-pengalaman Pilpres yang melahirkan polarisasi telah memberikan pelajaran berharga.

Yuniyanti tak menyangkal bahwa di ruang publik, pembicaraan mengenai RUU TPKS dan Permendikbud PPKS tak selamanya panen dukungan publik. Partai oposisi pemerintah, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), misalnya, kerap menyuarakan keberatan akan dua aturan tersebut.

“Saya apresiasai kepada fraksi-fraksi yang sudah mendukung. PKS juga saya yakin punya concern yang sama soal tidak ingin ada kekerasan seksual, tapi ada dilema-dilema tadi,” kata Yuniyanti.

Dalam menyikapi temuan survei SMRC di atas, PKS punya sikapnya sendiri terhadap mengalirnya dukungan publik terhadap RUU TPKS dan Permendikbud PPKS. Sekretaris Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amalia, menyebut bahwa selama ini pembahasan substantif mengenai kedua aturan itu masih bias.

Ledia menilai bahwa publik selama ini terlalu menyoroti persoalan kekerasan seksualnya saja. Padahal, katanya, sisi kebebasan seksual dan penyimpangan seksualnya juga wajib dibahas.

“Kami lihat substansi RUU TPKS dan Permendikbud hampir sama. Cuma Permendikbud itu lebih vulgar ketika kita bicara soal persetujuan [consent] yang kemudian menjadi ramai karena persetujuan itu implikasinya kepada pemahaman sexual consent,” kata Ledia.

270