Home Hukum Pemda Diminta Tiru Pemkab Sanggau Lindungi Masyarakat Hukum Adat

Pemda Diminta Tiru Pemkab Sanggau Lindungi Masyarakat Hukum Adat

Jakarta, Gatra.com – Pemerintah daerah (Pemda) diharapkan mengikuti langkah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sanggau dalam mengakui dan melindungi masyarakat hukum adat (MHA) dengan menerbitkan peraturan daerah (perda) atau regulasi lainnya.

“Ini dapat menjadi contoh yang baik bagi daerah-daerah lain di Indonesia dalam menghormati dan menghargai eksistensi MHA sebelum disahkannya RUU MHA oleh DPR RI,” ujar Dr. Laksanto Utomo, S.H., M.Hum, selaku Ketua Tim Pengabdian Masyarakat kolaborasi Fakultas Hukum Universitas Sahid (FH Usahid) Jakarta, FH Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, dan FH Universitas Panca Bhakti (UPB) Pontianak pada Kamis (12/1).

Untuk mendukung langkah Pemkab Sanggau, lanjut Laksanto, pihaknya melakukan sosialiasi Perda Nomor Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat kepada masyarakat Kabupaten Sanggau.

Laksanto menjelaskan, sosialiasi sebagai Pengabdian Masyarakat Masyarakat merupakan kolaborasi FH Usahid Jakarta dengan FH Unpura Pontianak dan FH UPB Pontianak tersebut dilakukan kepada warga Desa Subah, Sanggau, Kalimantan Barat (Kalbar).

Adapun Tim Pengabdian Masyarakat dari FH Usahid Jakarta terdiri dari Dr. Laksanto Utomo, S.H., MHum dan Dr. Liza Marina, SH, M.H. Sedangkan dari Untan Pontianak terdiri dari Selfius Seko, SH, M.H. dan Yenny, AS, S.H., M.H. Tim Pengabdian Masyarakat ini diketuai Laksanto Utomo.

Sementara itu, Rektor UPB Pontianak, Dr. Purwanto, S.H., MHum, menyampaikan, kolaborasi kegiatan pengabdian masyarakat ini mengangkat isu yang krusial saat ini, terutama di Kalbar.

Menurutnya, Perda Kabupaten Sanggau Nomor Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat ini merupakan komitmen bersama untuk tetap mengakui dan melindungi masyarakat adat, khususnya yang berada di Kabupaten Sanggau melalui regulasi yang memiliki paying hukum kuat bagi MHA.

Purwanto mengharapkan agar kolaborasi dari Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ini dapat membawa dampak positif bagi perkembangan pengakuan dan perlindungan bagi masyarakat adat serta sebagai bentuk pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Di era otonomi daerah, Kabupaten Sanggau adalah satu Pemkab yang telah mengeluarkan kebijakan untuk mengakui dan melindungi eksistensi dan keberadaan MHA. Adanya Perda ini memberikan lampu hijau bahwa keberadaan MHA di Kabupaten Sanggau akan terlindungi hak dan eksistensinya.

Keberadaan MHA di Kabupaten Sanggau harus melalui beberapa tahap yang akhirnya keberadaannya harus berdasarkan Keputusan Bupati Sanggau. Tahapan tersebut adalah identifikasi dan verifikasi sebelum dilakukan adanya penetapan MHA.

“Bagi MHA yang merasa keberatan dengan hasil penetapan tersebut, masih dapat melakukan keberatan kepada Panitia Penetapan MHA Kabupaten dengan jangka waktu penyampaian keberatan selama 30 hari setelah penetapan,” ujarnya.

Menurutnya, prosedur penetapan tersebut telah menggambarkan bahwa Pemkab Sanggau berusaha mengakomodir kepentingan MHA agar memiliki penetapan tentang eksistensi dan keberadaannya di wilayah Kabupaten Sanggau.

“Perihal penting lainnya yang diatur dalam Perda ini adalah adanya pengaturan tentang Hak Ulayat atas Tanah, Budaya, Agama dan Kepercayaan, serta keberadaan Peradilan Adat,” katanya.

Khusus hak ulayat atas tanah, MHA diatur memiliki hak kepemilikan sehingga MHA berhak memiliki, menggunakan, mengembangkan, dan mengendalikan sesuai dengan ketentuan Hukum Adat. Selain itu juga, MHA memiliki hak untuk mendapatkan restitusi dan kompensasi yang layak dan adil atas tanah, wilayah dan sumber daya alam yang dimiliki secara turun temurun, yang diambil alih, dikuasai, digunakan, atau dirusak oleh pihak lain.

“Adaanya ketentuan di atas sangat jelas bahwa Kabupaten Sanggau menghormati dan menghargai keberadaan tanah ulayat yang dapat digunakan sebaik-baiknya untuk kemajuan MHA itu sendiri,” katanya.

Sedangkan pada aspek peradilan adat, Perda ini mengatur keberadaan peradilan adat yang memiliki kewenangan untuk mengadili sengketa yang bersifat keperdataan antar anggota Masyarakat Hukum Adat atau antara anggota Masyarakat Hukum Adat dengan pihak luar, termasuk sengketa yang berhubungan dengan sumber daya alam; dan Tindak Pidana Ringan.

“Perda ini dengan jelas mengatur bahwa sengketa yang berhubungan dengan hukum adat dapat diselesaikan melalui peradilan adat walaupun dalam sengketa tersebut melibatkan pihak luar MHA,” katanya.

Untuk demokrasi dalam MHA, Perda ini mengatur tentang keberadaan lembaga adat yang bertingkat mulai dari desa, kecamatan, dan kabupaten. Dalam pemilihan ketua lembaga adat tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan MHA berdasarkan musyawarah MHA.

Menurutnya, Perda ini juga dengan tegas bahwa pemerintah daerah Kabupaten Sanggau menjamin dan memastikan wilayah adat dan hutan adat, termasuk dalam bagian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta menjamin dan memastikan semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk menghormati, memenuhi, dan melindungi keberadaan MHA beserta haknya.

107