Home Hukum Rumah Wartawan Senior Satrio Arismunandar Terancam Disita dan Diancam Debt Collector

Rumah Wartawan Senior Satrio Arismunandar Terancam Disita dan Diancam Debt Collector

Jakarta, Gatra.com- Rumah kediaman keluarga wartawan senior Satrio Arismunandar terancam di sita oleh pihak bank karena mengalami kesulitan cicilan pinjaman. Mantan wartawan harian Kompas dan Trans TV ini kini berusaha mempertahankan rumah sederhana itu di Perumahan Taman Cipayung, Kecamatan Sukmajaya, Depok II Tengah, Jawa Barat. 

Namun, menurut Sugeng Teguh Santoso, SH, pengacara yang menangani kasus ini, pihak bank yakni Bank Tabungan Negara (BTN) malah menyewa jasa debt collector dan melancarkan aksi intimidasi agar keluarga Satrio mengosongkan rumah. "BTN diduga membocorkan data nasabah ke pihak ketiga, dan menggunakan tenaga debt collector, serta cara-cara yang intimidatif dan tidak profesional. Yakni, untuk mengosongkan rumah nasabah, yang sedang kesulitan dalam membayar cicilan pinjaman mereka," tutur Sugeng dalam siaran pers yang diterima Gatra.com, Jumat (10/6). 

Sugeng bercerita, pada Minggu (5/6), ada tiga debt collector yang diketahui dari PT Bangun Properti Nusantara, memaksa Satrio dan keluarganya untuk menyerahkan kunci dan mengosongkan rumah. Alasannya, gagal membayar utang sampai melewati batas waktu yang dijanjikan.

"Pimpinan debt collector yang mengaku bernama Riyo itu tidak mau kompromi. Ia mengatakan, kalau perlu ia akan menunggu sampai malam hingga rumah dikosongkan. Ia mengaku, sudah berkoordinasi dengan Ketua RW untuk mengosongkan rumah," tutur Sugeng. 

Kalau ada masalah soal ongkos angkutan, lanjut Sugeng, Riyo mengatakan siap menyediakan truk. Tinggal ditelepon saja. "Ia juga mengancam, jika Satrio dan keluarga tak mau menyerahkan kunci rumah, akan dibikin ramai di lingkungan biar Satrio dan keluarga merasa malu," kata Sugeng. 

Satrio dan keluarga menolak pengosongan, karena merasa tindakan itu dilakukan lewat tekanan, sangat memberatkan dan dirasa tidak manusiawi. Satrio dan keluarga juga tidak ada tempat lain untuk bernaung. Karena Satrio menolak mengosongkan rumah, pada Selasa (7/6), masih menurut Sugeng, seseorang bernama Sindu yang menjadi atasan Riyo, mengirim pesan Whatsapp bernada tekanan: “Gentle sedikit pak kalau mau dibantu. Jangan seperti anak kecil begitulah.”

Berikutnya pada Kamis (9/6), debt collector beraksi lagi. Ketika Satrio dan istri tidak berada di rumah, mereka tanpa izin menempelkan beberapa stiker di tembok rumah dan jendela, bertuliskan “aset ini dalam pengawasan PT Bangun Properti Nusantara – 082113313387 – Dijual/Dilelang.” Saat itu yang ada di rumah hanya anak perempuan, dan 2 anak lelaki Satrio yang masih kecil, duduk dibangku SD dan SMP.

Menurut Sugeng, kasus ini berawal dari pinjaman dana sebesar Rp450 juta dari BTN Cabang Ciputat pada 2015. Saat itu, rumah di kawasan Taman Cipayung itu dijadikan jaminan. Pada awalnya pembayaran cicilan berjalan lancar, tetapi lalu macet, antara lain karena kondisi pandemi Covid-19. Meski begitu, sempat ada pembayaran Rp80 juta pada Agustus 2021.

Sejak itulah, menurut Sugeng, kerap terjadi aksi intimidasi. "Kejadiannya sejak setahun lalu. Namun mereka tidak pernah menunjukkan dokumen-dokumen bukti kerja sama itu," kata Sugeng. Selain itu, pihak BTN juga tak pernah mengirim surat pemberitahuan pada Satrio dan istri bahwa BTN telah mengalihkan penagihan pada pihak ketiga. Tapi faktanya PT Bangun Properti Nusantara memiliki data keuangan dan cicilan pinjaman istri Satrio. "Ini artinya kerahasiaan data nasabah sudah dibocorkan oleh BTN," kata Sugeng yang juga menjadi Ketua Indonesia Police Watch (IPW). 

Petugas BTN Ciputat pernah beberapa kali datang ke rumah untuk menanyakan pembayaran pinjaman. Mereka diberitahu soal adanya penagihan oleh debt collector PT Bangun Properti Nusantara. Namun pihak BTN tidak pernah melarang Satrio dan istrinya berurusan dengan PT Bangun Properti Nusantara.

Menurut Sugeng, Satrio dan keluarganya memprotes keras cara-cara intimidatif yang tidak manusiawi, tanpa empati, dan tidak mau tahu kesulitan nasabah di tengah kondisi kesulitan ekonomi saat ini. Cara-cara tak profesional itu dilakukan oleh debt collector BTN Pusat. "Satrio mengatakan, ia siap menuntut BTN secara hukum, jika cara-cara intimidatif semacam ini terus berlanjut," katanya. 

Hingga berita ini diturunkan, BTN belum menjawab permintaan konfirmasi dari Gatra.com. Pihak Humas Bank pelat merah ini, Rahmad Baihaqi yang menjanjikan akan memberikan jawaban tertulis, hingga tenggat waktu tulisan diturunkan, belum memberikan jawaban yang dijanjikan. "Nanti ada jawaban dari kami... Sedang kami susun," tulis Rahmad lewat pesan WA-nya. "Masih dirancang Pak....," katanya pada Gandhi Ahmad dari Gatra.com.

780