Home Hukum KPA Nilai Memidanakan Farmasi Obat Sirop Nakal Langkah Positif dan Ingatkan Bahaya BPA

KPA Nilai Memidanakan Farmasi Obat Sirop Nakal Langkah Positif dan Ingatkan Bahaya BPA

Jakarta, Garta.com – Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA), Arist Merdeka Sirait, menilai langkah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), akan memidanakan dua industri farmasi nakal karena memproduksi obat sirop mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di atas ambang batas adalah tepat.

Arist di Jakarta, Jumat (28/10), juga menyampaikan, penarikan obat sirop dari peredaran juga langkah positif. Kedua upaya ini tepat karena obat sirop menggandung zat di atas ambang batas itu diduga keras sebagai penyebab ratusan anak mengalami gagal ginjal akut misterius.

“Sebenarnya etilen glikol senyawa polimer ini terdapat pada obat sirop sebagai bahan pelarut, hanya saja ada suatu hal yang salah dan tidak sesuai dengan standar keamanan obat yang telah ditetapkan oleh BPOM,” ujarnya.

Baca Juga: Polri Mulai Periksa Kandungan Sirop Yang Ditarik BPOM

Meski demikian, Arist mengharapkan, munculnya EG, DEG, dan etilen glikol butil eter (EGBE) serta ditemukannya 269 anak mengalami gagal ginjal akut dan 157 di antaranya meninggal dunia sebagaimana data pada Kamis (27/10/2022), tidak menenggelamkan upaya pelabelan galon guna ulang yang mengandung BPA.

Menurutnya, isu pelabelan galon guna ulang yang mengandung BPA ini juga sangat penting untuk menjaga kesehatan masyarakat, termasuk anak-anak agar tidak terpapar dari zat berbahaya.

“Langkah BPOM sudah tepat dengan memberi label pada galon guna ulang yang mengandung BPA,” ujarnya.

Lebih lanjut Arist menyampaikan, pengesahan Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan ini merupakan langkah pencegahan untuk melindungi kesehatan, termasuk anak-anak.

“Sudah banyak jurnal dan penelitian bahaya BPA bagi anak-anak, sehingga sudah banyak pula negara negara maju melarangnya,” kata dia.

Sedangkan soal adanya pihaknya mencoba mengaitkan dengan kemasan AMDK botol dan galon berbahan PET, menurutnya itu terlalu dipaksakan. Ia menjelaskan, kemasan yang terbuat dari polikarbonat sudah jelas dilarang di negara negara maju.

Menurutnya, itu menjadi point of concern WHO untuk tidak lagi menggunakan polikarbonat akan tetapi diganti dengan PET. “PET justru jadi jalan keluar kemasan yang lebih aman dan direkomendasikan untuk digunakan,” katanya.

Aris menyampaikan, sebagaimana keterangan Pakar Polymer dan Metalurgi FT Universitas Indonesia (UI), Prof. Mochamad Chalid bahwa jika dalam obat sirop EG dicampurkan dalam bentuk cair dan ikut diminum, berbeda dengan penggunaan EG sebagai senyawa pengikat dalam plastik PET yang sulit untuk luruh.

Baca Juga: Produsen Obat Sirop Yang Mengandung EG dan DEG Menjadi Sasaran Penyidik

Pada obat, kandungan EG dianggap berbahaya karena digunakan untuk melarutkan bahan-bahan obat dan masuk ke tubuh karena ikut diminum. Sedangkan untuk PET, senyawa ini sekadar dipakai sebagai aditif untuk mengikat polimer. Selain itu, hanya bermigrasi jika kondisi ekstrem, yakni terpapar panas yang mencapai 200 derajat Celsius.

Atas dasa itu, Arist mengharapkan masyarakat tetap fokus soal aturan pelabelan galon guna ulang mengandung BPA, di samping soal EG, DEG, dan EGBE. Pasalnya, BPA juga sangat berbahaya. BPOM telah merevisi aturan dan tinggal disahkan.

“Kita harus tetap fokus ke perjuangan utama pelabelan galon guna ulang yang mengandung BPA,” ujar Arist.

106