Home Ekonomi RI Jadi Impor Beras 500 Ribu Ton

RI Jadi Impor Beras 500 Ribu Ton

Jakarta, Gatra.com-Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau akrab disapa Zulhas, mengaku sudah memberikan surat izin impor beras sebanyak 500 ribu ton. Adapun izin impor tersebut diberikan kepada Bulog berdasarkan hasil keputusan Rapat Terbatas (Ratas) bersama Menko Perekonomian dan Presiden.

"Saya sudah beri izin impor beras sebanyak 500 ribu ton," ungkap Zulhas kepada awak media di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (7/12).

Keputusan ini bertolak belakang dengan komitmen Kementerian Pertanian yang sebelumnya sempat menyanggupi pasokan beras 600 ribu ton untuk Bulog. Koordinator Data Evaluasi dan Pelaporan, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Batara Siagian menyebut pihaknya telah merinci data lokasi ketersediaan beras beserta harganya kepada Bulog sehingga importasi beras tidak perlu dilakukan.

"Diharap Bulog segera menyerap beras tersebut, dan tidak perlu melakukan importasi," ujar Batara dalam keterangan resminya, Rabu (30/11).

Baca jugaKementan Klaim Mampu Penuhi 600 Ribu Ton Beras untuk Bulog, Minta Impor Tak Dilakukan

Keyakinan itu berdasar pada Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut ketersediaan beras di lapangan surplus. BPS mencatat hingga akhir tahun 2022 terdapat surplus beras 1,7 juta ton. "Tidak ada keraguan sesungguhnya di lapangan beras ada. Namun, tentu dengan variasi harga tergantung lokasi," jelasnya.

Menurut Batara, produk petani lokal masih mampu memenuhi kebutuhan cadangan beras Bulog. Terlebih, petani disebut sedang berproduksi dan pada Februari-Maret 2023 stok beras akan melimpah. Karena itu, ia meminta Bulog agar memaksimalkan penyerapan saat nanti panen raya tiba. Batara menuturkan bahwa Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi bahkan sudah melayangkan surat resmi kepada Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso bahwa pihaknya telah mempunyai data penggilingan di 24 provinsi yang siap memasok 610.632 ton kepada Bulog.

Adapun kutipan dalam kutipan surat dalam keterangan resmi Kementan tersebut, kesiapan para penggilingan di 24 provinsi itu untuk mengirim berasnya ke Bulog berlaku hingga akhir Desember 2022. Kementan berharap Bulog dapat segera menyerap beras di daftar penggilingan yang terlampir dalam surat tersebut.

Memang, sebelumnya Badan Pangan Nasional, Bulog dan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) memberikan tenggat waktu enam hari kerja kepada Kementan untuk menyediakan beras yang bisa diserap oleh Bulog sebanyak 600 ribu ton. Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi mengatakan apabila Kementan tidak menyanggupi penugasan 600 ribu ton tersebut dalam satu pekan, maka opsi impor kemungkinan akan dilakukan.

Sempat Menolak Opsi Impor

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengaku sempat menolak opsi impor lantaran data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian menunjukkan stok beras nasional surplus. Namun menurutnya dari waktu yang diberikan tak kunjung terealisasi. Sementara, stok beras pemerintah harus segera ditambah hingga 1,2 juta ton untuk kebutuhan stabilitas harga. Ia diminta mendampingi Kementan mendapatkan beras untuk Bulog dalam waktu enam hari kerja. Hasilnya, kata dia, tetap nihil.

"Stok kita lama-lama menipis, waktu itu maka diputuskan kita harus menambah cadangan beras Bulog, tapi dibeli di luar negeri," jelas Zulhas.

Ia menerangkan, izin impor beras yang telah ditandatangani dirinya sebanyak 500 ribu ton itu tidak ada batas waktu pelaksanaannya. Menurutnya, Bulog dapat mengimpor kapanpun mereka perlukan. Adapun soal asal impor beras dan harga, Zulhas mengaku tidak tahu-menahu. Ia menegaskan impor beras bisa dilakukan Bulog sesuai keadaan stok yang diperlukan.

"Saya nggak tau kapan impornya, dan dari negara mana saja nggak tau. Tugas saya kasih izin saja," imbuhnya.

Baca jugaStok Makin Tiris, Bulog Sebut Impor Beras Sudah Di Depan Mata

Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi menyebut stok beras pemerintah di gudang Bulog saat ini dalam kondisi perlu di "top up" segera mungkin.

Ia berterus terang bahwa pemerintah akan segera mengimpor 200 ribu ton beras komersial dari luar negeri. Pemerintah mengklaim hal itu sebagai upaya stabilisasi gejolak harga dan antisipasi kondisi darurat.

"Cadangan pangan ini harus ada dan tidak boleh dikeluarkan secara bebas, hanya untuk kegiatan pemerintah," ujar Arief dikutip dalam keterangan resmi, Selasa (6/12).

Arief menjelaskan beras komersial impor akan menjadi persediaan akhir tahun ini sampai panen raya pada Februari-Maret 2023. Hal itu dilakukan akibat produksi beras di akhir tahun berkurang sementara stabilitas harga di tingkat petani dan konsumen perlu dijaga.

"Kita siapkan pada Februari-Maret 2023 agar Bulog dapat menyerap saat panen raya tiba untuk men-top up stoknya kembali sampai dengan 1,2 juta ton," kata Arief.

Seperti diketahui, opsi impor beras mencuat ke publik sejak Perum Bulog mengaku kesulitan menyerap beras di tingkat petani maupun penggilingan. Alasan harga yang tinggi dan ketersediaan terbatas menjadi penyebab stok beras pemerintah di Gudang Bulog kian menipis.

Adapun sisa stok beras Bulog per 22 November 2022 hanya tersedia sebanyak 594 ribu ton. Apabila opsi impor tidak diambil dan penyerapan dalam negeri tidak memadai, maka diprediksi stok beras Bulog akan semakin menipis hingga di angka 399 ribu ton di akhir tahun 2022 ini. Hal itu terjadi mengingat peran stabilisator dan bansos Bulog tetap harus berjalan. Padahal stok beras pemerintah idealnya harus tersedia di gudang Bulog minimal di angka 1,2 juta ton.

Pemerintah Perlu Waspada

Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori mengatakan opsi impor beras memtidak bisa dihindari. Terutama saat pengadaan dalam negeri tidak memungkinkan seperti saat ini.

"Kalau isu kualitas dan harga tidak ada solusi juga, ya tidak ada cara lain memang harus impor," ungkap Khudori dalam diskusi publik Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) secara virtual, Selasa (29/11).

Khudori menjelaskan, saat ini bukan waktu yang tepat memaksa Bulog menyerap dalam negeri. Musababnya, selain harga beras yang kepalang tinggi, ketersediaan di lapangan pun terbatas. Adapun harga beras medium di penggilingan pada Oktober 2022 rata-rata Rp10.043 per kilogram, diperkirakan naik menjadi Rp10.048 per kilogram pada November 2022, dan Rp10.071 per kilogram pada Desember 2022.

Baca jugaPIBC: Ancaman Krisis Beras, Pedagang Desak Pemerintah Segera Impor

Sebagai stabilisator pasokan dan harga, secara teori Bulog diperbolehkan untuk mengimpor apabila pengadaan dalam negeri tidak mumpuni. Kendati, Khudori menekankan pemerintah perlu berhati-hati sebelum mengimpor.

Pemerintah, kata Khudori,  harus benar-benar menghitung volume impor yang diperlukan. Jangan sampai berlebih ataupun kurang. Adapun Bulog mengaku telah menyiapkan sebanyak 500 ribu ton beras di sejumlah negara untuk didatangkan ke Indonesia. Selain itu, Khudori melanjutkan, apabila importasi dilakukan, Bulog juga harus bisa memastikan beras datang ke RI tepat waktu. Mengingat ketersediaan beras krusial jelang akhir tahun dan awal tahun.

"Kalau kita tidak bisa memastikan itu dan nanti impor itu datang justru panen raya, akhir Februari atau awal Maret itu akan menimbulkan mudarat," jelasnya.

Di sisi lain, Khudori juga mengingatkan pemerintah bahwa importasi beras juga perlu upaya khusus. Hal itu seiring kondisi pasar beras global yang tidak stabil. Ia menyebut kenaikan harga beras global saat ini sudah mencapai 26% dibandingkan tahun lalu. Angka tersebut tertinggi sejak Juni 2020. Kenaikan itu menurutnya dipicu pasokan global yang terhambat serta permintaan tinggi dari CIna dan Eropa.

Di sisi lain, India dan Vietnam yang mengambil pangsa pasar beras global hingga 53% ini pun, kata Khudori juga mengalami kendala produksi. Bahkan sejak 9 September 2022, India mengumumkan pelarangan ekspor broken rice dan menaikkan bea masuk 20% untuk sebagian jenis berasnya.

Tindakan proteksi yang dilakukan otoritas India, menurut Khudori dipicu oleh perkiraan penurunan produksi beras India sekitar 5,6-6,7% atau sekitar 7,28 - 10 juta ton beras. Padahal, India diketahui pada 2021 menjadi eksportir beras terbesar dengan total yang dijual ke luar negeri mencapai 21,5 juta ton. Pembatasan ekspor beras oleh India menjadi indikator stok beras pasar global kian menipis. Sementara Vietnam dan Thailand sebagai alternatif sumber impor beras RI, kata dia, juga mengalami persoalan produksi akibat masalah cuaca.

"Jadi kalau kita belajar dari sini perlu hati-hati," imbuhnya.

287