Home Ekonomi Harga Beras di penggilingan Naik Tinggi, Pengusaha Ngaku Malah Rugi?

Harga Beras di penggilingan Naik Tinggi, Pengusaha Ngaku Malah Rugi?

Jakarta, Gatra.com - Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso mengungkap alasan di balik tingginya kenaikan harga beras di penggilingan. 

Menurutnya, kenaikan harga beras di penggilingan dipicu semakin melambungnya harga gabah di tingkat petani.

Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa kenaikan harga beras paling tinggi terjadi di tingkat penggilingan. Pada Januari 2023 harga beras premium di penggilingan naik 3,54% secara bulanan (month to month), dan naik 4,15% mtm untuk beras medium. Sementara harga beras di tingkat pedagang grosir hanya sebesar 2,51% (mtm), dan naik 2,34% (mtm) di pedagang ecer.

Adapun pada periode tersebut harga rata-rata beras premium di penggilingan sebesar Rp11.345 per kilogram, dan Rp10.802 per kilogram untuk beras medium.

Baca Juga: Gara-Gara Harga Beras, Inflasi RI di Januari 2023 Capai 5,28%

"Jadi harga gabah sekarang bertengger di atas Rp6.000 per kilogram. Sehingga penggilingan padi tidak mungkin enggak menaikkan harganya," ujar Sutarto saat dihubungi Gatra.com, Rabu (1/1).

Ia menjelaskan, kondisi saat ini pasokan gabah di petani semakin sedikit. Bahkan, para penggiling padi di lapangan pun kerap berebut untuk mendapatkan gabah dari petani. Hal itu membuat harga gabah di petani masih cukup tinggi. 

Berdasarkan data BPS, per Januari 2023 rata-rata harga gabah kering panen di petani sebesar Rp5.837 per kilogram atau naik 16,52% dibandingkan harga di Januari 2022 lalu. Sementara untuk GKG (gabah kering giling) harga beras Januari 2023 sebesar Rp6.501 per kilogram

Kondisi minimnya pasokan gabah pun, kata dia semakin diperparah dengan operasi pasar beras oleh pemerintah yang tidak berjalan mulus. Pasalnya, bilamana operasi pasar berjalan lancar, menurut Sutarto seharusnya saat ini harga beras sudah mulai berangsur turun. Namun, kenyataannya harga beras di tingkat konsumen pun masih tinggi.
"Siapa yang punya modal pasti membeli dengan harga berapapun karena dia harus mengisi pasarnya kan," ungkapnya.

Baca Juga: Harga Beras RI Paling Mahal di ASEAN Menurut World Bank, Begini Respons Mentan

Mantan Direktur Utama Perum Bulog ini pun membantah penggilingan menaikkan margin dari penjualan beras. Menurutnya, justru saat ini para penggiling tengah merugi. Mengingat, harga gabah tinggi dan adanya batasan penjualan harga eceran tertinggi (HET) untuk beras premium membuat penggilingan tidak bisa berbuat banyak.

Beras pecah kulit saat ini sudah di anga Rp9.450 per kilogram, sementara penjualan beras premium di ritel dibatasi Rp12.800 per kilogram.

"Pasti pasar ritel modern ambil untung sekitar 10% dari Rp12.800 itu. Beras pecah giling itu kan harus diolah menjadi beras premium dan dipasarkan, butuh biaya dan transportasi, akhirnya mereka (penggilingan) menjualnya sekitar Rp11 ribuan," papar Sutarto.

Menurut pengakuan para penggiling di sejumlah daerah, saat ini kualitas gabah petani pun kian menurun. Rendemen menjadi lebih rendah dari biasanya. Hal itu, kata Sutarto telah menambah kerugian para penggilingan.

Baca Juga: Sudah Impor Harga Beras Tak Kunjung Turun, Begini Respons Wapres

Bahkan, tak sedikit penggilingan yang lebih memilih memproduksi beras pecah kulit. Alih-alih memproduksi beras premium yang dinilai lebih merugikan.

"Sekarang penggilingan padi banyak yang rugi, bahkan malah penggilingan kecil tidak operasi sama-sekali karena tidak kekejar untungnya dengan harga gabah di atas Rp6.000 tadi," imbuhnya.
 

408