Home Lingkungan Aktivis: Pemerintah Harus Akui Polusi udara di Jakarta Sudah Tercemar

Aktivis: Pemerintah Harus Akui Polusi udara di Jakarta Sudah Tercemar

Jakarta, Gatra.com  - Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, mengatakan bahwa pemerintah harus mengakui polusi udara di Jakarta yang sudah tercemar. Hal ini merespons upaya kasasi pemerintah, yakni Presiden Joko Widodo, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar, atas gugatan Citizen Law Suit (CSL) Polusi Udara di Jakarta.

"Pemerintah harusnya mengakui bahwa polusi udara tidak baik-baik aja. Sejak dulu, setiap dikampanyekan, respons pemerintah selalu denial (penyangkalan)," ujarnya dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Jumat (3/1).

Diketahui, gugatan warga negara atas pencemaran udara Jakarta telah dilayangkan 32 warga negara sejak 4 Juli 2019. Hasilnya, putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dengan nomor 374/PDT.G-LH/2019/PN.JAK.PUS yang diterbitkan pada tanggal 16 September 2021, telah memenangkan atau mengabulkan sebagian besar tuntutan yang diajukan.

Usai hasil putusan, tergugat dari pemerintah pusat yaitu presiden dan para menteri memutuskan untuk melakukan banding pada Oktober 2021. Hasilnya, pada 17 Oktober 2022, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memberi keputusannya atas banding yang diajukan pihak tergugat, dengan menguatkan putusan PN Jakarta Selatan.

Baca Juga: Koalisi IBUKOTA Susun Kontra Memori atas Kasasi Pemerintah Dalam Gugatan Polusi Udara Jakarta

Bondan menyayangkan upaya pemerintah terus melakukan langkah hukum dengan mengajukan kasasi. Padahal, banyak hal yang dianggapnya lebih penting untuk dilakukan pemerintah dalam mengatasi persoalan polusi di Jakarta.

"Sejatinya warga menggugat untuk mendapat udara bersih. Dari data yang disajikan, bukti di pengadilan, menunjukkan pemerintah tidak melakukan upaya melindungi masyarakat dalam mengatasi pencemaran udara. Ini perlu kejelasan, kapan masyarakat bisa dapat udara sehat dalam beberapa tahun ke depan," ungkapnya.

Menurutnya, jika pemerintah sudah mengakui belum adanya upaya dalam mengatasi persoalan ini, maka langkah perumusan kebijakan maupun program ke depan bisa segera disusun. Hal ini menjadi implementasi dalam mengatasi cemaran udara di Jakarta yang sudah melebihi ambang batas.

Baca Juga: Duh, Kualitas Udara Jakarta Buruk untuk Warga yang Hobi Bersepeda

"Untuk mengukur kualitas udara, butuh alat pantau. Jadi pasang alat ukur, cari sumber pencemaran dari mana," ucapnya.

Hingga akhir tahun lalu, standar baku mutu udara ambien (BMUA) di Indonesia tercatat 55 mikrogram per kubik untuk harian dan 15 mikrogram per kubik untuk tahunan. Angka ini jauh dari standar WHO yang berpedoman pada maksimal 15 mikrogram per kubik untuk harian dan 5 mikrogram per kubik untuk tahunan.

Bondan juga menyatakan bahwa kerja sama antara daerah dan pusat diperlukan dalam menangani persoalan ini. Menurutnya, koordinasi penting agar tidak terjadi kebijakan yang saling berseberangan dalam mengatasi polusi udara.

"Koordinasi antar-pemerintah penting. Jangan buat kebijakan yang kontradiktif," lanjutnya.

Selain itu, ia meminta pemerintah turut menyebarkan kesadaran terkait dengan bahaya dari polusi udara bagi kesehatan. Dengan begitu, maka masyarakat bisa mengetahui dampaknya dan mengambil keputusan atas tindakan yang dilakukan.

"Bagaimana komunikasi soal dampak kesehatan, soal awareness, bahwa polusi udara berbahaya. Polusi udara penting, signifikan bagi kesehatan," katanya.

187