Home Hukum Prof. Eddy Pratomo: Indonesia Minim Doktor Hukum Laut Internasional

Prof. Eddy Pratomo: Indonesia Minim Doktor Hukum Laut Internasional

Jakarta, Gatra.com – Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila (FH UP) Jakarta, Prof. Dr. Eddy Pratompo, S.H., M.A., mengatakan, saat ini sangat langka lulusan hukum laut internasional di Tanah Air.

“Doktor di bidang itu sekarang sangat jarang, bahkan Unpad yang menjadi leading sampai sekarang sudah tidak ada disertasi tentang hukum laut,” katan Eddy di Jakarta, Senin (27/2).

Bukan hanya Unpad, lanjut dia, di Undip pun demikian. Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda, dalam acara disnatalis Unpad, sempat menyampaikan, ahli hukum di bidang ini bisa dihitung dengan jari.

“Regenerasi setelah Pak Prof. Hasjim Djalal [ahli hukum laut internasional] itu kita bingung,” kata Eddy.

Baca Juga: Mantan Ketua MA Hatta Ali Didaulat Pimpin Program Doktor UP

Ia mengungkapkan, Indonesia merupakan negara kepulauan. Ada lebih 16 ribu pulau di Indonesia dan berbatasan dengan banyak negara serta sengketa perairan ini cukup tinggi.

Kondisi ini, ujar dia, tentunya harus diatasi dengan melahirkan banyak doktor atau ahli hukum laut internasional yang mumpuni sehingga pihaknya membuka prodi S3 Ilmu Hukum, terdiri dari Hukum Pidana, Hukum Internasiona mencakup hukum laut, Hukum Bisnis, dan Hukum Tata Negara. “Kita ini bukan land base mindset, tapi harus kelautan. Katanya poros maritim dunia,” ujarnya.

Ia menjelaskan, urgensi melahirkan doktor-doktor hukum di atas, khusunya Hukum Laut Internasional dan Hukum Bisnis karena juga kesempatannya sangat besar dengan adanya kementerian yang mengurusi tentang laut.

“Dahulu belum ada Kemenko Kematitiman dan Investasi (Marves) sekarang ada. Dahulu belum ada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sekarang ada,” ujarnya.

Kemudian, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) pun sangat membutuhkan diplomat-diplomat andal di bidang hukum laut internasional dan bisnis internasional karena saat ini investasi sudah lintas negara.

“Kami sering sampaikan ada oportunity baru, menjadi diplomat untuk memperkuat Kemenko Marves, KKP, Kemlu,” ucapnya.

Selain menjadi diplomat dan mengisi jabatan di kementerian di dalam negeri, doktor ilmu laut internasional dan bisnis internasional juga bisa bertarung untuk berkiprah di berbagai badan hukum internasional maupun beracara, di antaranya di The International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional.

“[Advokat] tidak hanya beracara di pengadilan Indonesia, coba berperkara di ICJ atau Mahkamah Internasional, pelajari statuta Mahkamah Internasional,” ujarnya.

Eddy yang sempat menjadi diplomat ini, mengungkapkan, banyak pengacara dari Malaysia, Philipina, Korea, dan Cina berperkara di sana dan menjadi hakim di pengadilan hukum laut internasional.

“Dari Bangladesh jadi hakim di sana, kita belum. Itulah saya ingin ini ada international exposure-nya. Oleh karena itu, kita satu-satunya universitas swasta yang ingin membangun internasional kelas, kelas internasional itu hanya ada di UI, UGM, Undip,” ujarnya.

Ia mengharapkan, para ahli atau lulusan dokotor ini bukan hanya menjabat di pemerintahan di dalam negeri, tetapi juga mengisi berbagai jabatan di badan-badan internasional, seperti ICJ, PBB, IMF, dan sebagainya.

Kepala Program Studi (Kaprodi) S3 (Doktor) Hukum UP Jakarta, Prof. Dr. H. Muhammad Hatta Ali, S.H., M.H., yang baru didaulat mendapuk jabatan tersebut, menyampaikan, pihaknya ingin mengombinasikan antara teori dan praktik di bidang hukum.

“Kita akan mengawinkan antara teori dan praktisi. Ini merupakan satu terobosan pada Fakultas Hukum Universitas Pancasila,” katanya.

Mantan ketua Mahkamah Agung (MA) ini mengungkapkan, pihaknya akan mengombinasikan dua hal tersebut karena dalam praktiknya kadang-kadang tidak sejalan. “Tidak usah jauh-jauh, perkara Ferdy Sambo sering beda antara teori dengan praktiknya,” ucap dia.

Sekretaris Prodi S3 (Doktor) Hukum UP Jakarta, Prof. Dr. Agus Surono, S.H., M.H., menambahkan, pihaknya optimistis melahirkan doktor-doktor di bidang hukum yang mampu bersaing bukan hanya di dalam, tetapi juga di luar negeri.

“Diharapkan ada konsentrasi hukum bisnis dan laut internasional untuk ke sana, untuk konsentrasi lainnya juga diperlukan,” katanya.

FH UP Resmikan Pusat Kajian Kejaksaan

Eddy menyampaikan, pihaknya telah meresmikan Pusat Kajian Kejaksaan FH UP sebagai implementasi dari MoU antara FH UP dan Kejaksaan RI guna mendukung tugas dan fungsi Kejaksaan.

Pusat Kajian Kejaksaan FH UP memiliki tugas dan wewenang berkaitan dengan penalaahan aspek fungsi Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai lembaga pemerintah yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. 

Penandatanganan nota kesepahaman FH UP dengan Kejaksaan. (GATRA/Ist)

“Di samping itu, melalui pembentukan Pusat Kajian Kejaksaan ini, FH UP dapat menjadi bechmarking kepada fakultas hukum di universitas lainnya,” ujar Eddy.

Adapun Pusat Kajian Kejaksaan FH UP ini diketuai oleh Dr. Reda Manthovani, S.H. M.H., LL.M, yang merupakan dosen FHUP dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta. Adapun wakil ketuanya adalah Hasbullah S.H., M.H., dan Cipta Indralestari R. S.H., M.H. sebagai sekretaris.

Baca Juga: Universitas Pancasila Kukuhkan 5 Guru Besar baru

Program Pusat Kajian Kejaksaan FH UP meliputi jangka pendek dan panjang. Untuk jangke pendek, yakni:

1. Melakukan berbagai kegiatan penelitian tingkat nasional maupun internasional pada aspek pelaksanaan kewenangan Kejaksaan sebagai lembaga pemerintah yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.
2. Malakukan eksaminasi putusan pidana.
3. Melakukan pengembangan referensi di bidang kajian kejaksaan dengan penerbitan bahan publikasi berupa buku, jurnal, laporan penelitian, dan jenis lainnya serta sistem informasi di bidang kajian kejaksaan.‎

‎Jangka Panjang:

1. Terlibat dalam perumusan kebijakan tentang fungsi Kejagung sebagai lembaga pemerintah yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.
2. Menggali, mengoordinasi, dan memberdayakan seluruh potensi kepakaran FH UP dalam menemukan akar permasalahan dalam membantu pelaksanaan kewenangan kejaksaaan yang efektif.
3. ‎Menghasilkan kajian dan publikasi bertaraf nasional dan internasional.
4. Menjadi rujukan pemerintah, perguruan tinggi lain, maupun sektor swasta dalam penyusunan berbagai kegiatan dalam kaitannya dengan kejaksaan.
5. Merumuskan dan merancang program benchmarking Pusat Kajian Kejaksaan.

‎Eddy menyampaikan, pihaknya juga telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama Hibah Penelitian antara FH UP dengan PT Jakarta Propertindo (Perseroan) untuk jangka waktu tiga bulan dengan topik "Politik Hukum Restorative Justice terhadap Praktik Penanganan Perkara Pidana di Indonesia".

922