Home Nasional Komas HAM: Kompleksitas Masalah di Papua, dari Kesenjangan Sosial Hingga Kebebasan Berekspresi

Komas HAM: Kompleksitas Masalah di Papua, dari Kesenjangan Sosial Hingga Kebebasan Berekspresi

Jakarta, Gatra.com - Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menjelaskan, persoalan Papua memang sangat kompleks. Bukan hanya konflik bersenjata antara kelompok kriminal bersenjata (KKB) dengan aparat keamanan, tetapi ada kesenjangan sosial dan permasalahan keadilan dalam pembangunan.

Kekayaan sumber daya alam Papua dan investasi yang masuk ke daerah tidak berpihak ke masyarakat lokal. Atbike menyebutkan, aktor-aktor perekonomian justru dipegang pihak luar. Misalnya, korporasi multinational atau perusahaan dalam negeri.

"Artinya apa, orang Papua hanya, kalau dari bahasa teori ekonominya, trickle down effect, dia gak menjadi aktor yang menentukan perekonomian di wilayah itu," ucap Atnike di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (13/4).

Hal ini dinilai Atnike menimbulkan kesenjangan sosial. Ditambah lagi semakin banyak pendatang yang masuk ke Papua. Dan, para pendatang ini biasanya memiliki pengalaman lebih di bidang perekonomian. Misalnya, perdagangan dan industri kecil.

Jika dibandingkan dengan masyarakat asli Papua yang punya kebiasaan yang hidup dan mengolah dari alam, kemampuan di bidang perekonomian lainnya tentu lebih tertinggal dari para pendatang.

Hal inilah yang memunculkan kesenjangan dan sentimen-sentimen sosial yang seringkali menimbulkan kecurigaan. "Misalnya, kasus Wamena yang terakhir. Itu awalnya cuma curiga ada penculikan anak, kebetulan yang dicurigai bukan orang Papua. Akhirnya, jadi konflik sosial," ucap Atnike.

Selain konflik sosial yang terkadang menjadi kerusuhan, program-program pemerintah di Papua juga dinilai menjadi suatu permasalahan. Atnike mengatakan, pemekaran wilayah seharusnya diarahkan untuk membangun pemerintahan yang efektif, yang bisa mendorong perekonomian dan menjawab permasalahan sosial di masyarakat.

"Bukan sekadar memisah-misahkan batas, membuat pejabat-pejabat baru, tapi tidak menjawab kebutuhan masyarakat," ucap Ketua Komnas HAM.

Salah satu permasalahan yang ditemukan di tubuh birokrasi pemerintah daerah di Papua adalah pejabat lokal bukan asli Papua. Untuk menjabat di birokrasi pemerintah, tentu memiliki prasyarat. Jumlah pejabat yang orang asli Papua dan memenuhi kriteria dinilai Komnas HAM, seharusnya menjadi pertimbangan sebelum pemekaran dilakukan.

Kebebasan berekspresi juga menjadi salah satu sumber permasalahan dan keretakan di Papua. Atnike mengatakan, dalam prinsip hak asasi manusia, pikiran dan pandangan tidak bisa dipidanakan."Tentu akan semakin menimbulkan rasa tidak berjarak dari masyarakat Papua dengan pemerintah," ucapnya.

Selama kebebasan berekspresi tidak disertai kekerasan atau mengajak orang lain melakukan kekerasan, seseorang atau kelompok tidak boleh dipidana. Hal ini menjadi salah satu yang terus didorong Komnas HAM, terutama soal kebebasan berekspresi di Papua.

359