Home Politik RMI Grobogan-PKB Bahas Politik Santri, Dalami Gagasan Mbah Wahab kepada Bung Karno

RMI Grobogan-PKB Bahas Politik Santri, Dalami Gagasan Mbah Wahab kepada Bung Karno

Grobogan, Gatra.com – Pengurus Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah menyelenggarakan halal bihalal pengasuh pondok pesantren serta silaturahmi ulama dan umara di kabupaten setempat.

Kegiatan silaturahmi ini dipusatkan di Gedung Muslimat Grobogan, Ahad (14/5). Meskipun kegiatan jatuh di akhir-akhir bulan Syawwal, namun kegiatan masih memiliki semangat Hari Raya Idulfitri lewat acara itu.

Dalam acara ini, RMI menghadirkan sedikitnya 300 hadirin yang terdiri dari para kiai pengasuh TPQ dan yang ada di seluruh Kabupaten Grobogan.

Baca Juga: Gus Ali Matangkan Perjodohan Prabowo-Muhaimin di Ponpes Bumi Sholawat

Sejumlah pengurus MWC RMI juga turut hadir. Mereka yang hadir antara lain Ketua PC RMI Grobogan KH Syaiful Amri, Sekretaris RMI Grobogan Irfan Khoerulloh, M.Pd, dan anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah dari Fraksi PKB Denny Septiviant, SH. Selain halal bihalal, panitia penyelenggara juga mengemas acara dalam bentuk dialog masalah kekinian.

Dalam sambutannya Denny Septiviant menyatakan bahwa tradisi halal bihalal ini sebenarnya mulai dari gagasan politik. Pada tahun 1948 Indonesia dalam kondisi tidak baik-baik saja, karena ada gejala disintegrasi bangsa serta elite politik saling jegal enggan duduk berdampingan.

“Lalu Mbah Wahab Chasbullah didatangkan ke Istana untuk dimintai saran dan pendapat untuk mengatasi situasi politik di Indonesia saat itu. Solusi yang ditawarkan oleh Mbah Wahab kepada Presiden Soekarno yakni untuk menyelenggarakan silaturahim mengingat momen yang tepat mendekati Idulfitri,” ujarnya.

Namun gagasan itu sempat menuai kritik dari Presiden Soekarno karena istilah silaturahim itu sudah umum dan Presiden menginginkan istilah yang lain. Dengan kecerdasannya, Mbah Wahab menjelaskan kepada Presiden logika ilmu mantiq dengan sederhana kepada Presiden.

RMI Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah menyelenggarakan halal bihalal pengasuh pondok pesantren serta silaturahmi ulama dan umara di kabupaten setempat. (IST)

“Jika para elite politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga oleh Mbah Wahab silaturahim digunakan istilah halal bihalal ini,” terangnya.

Solusi yang ditawarkan Mbah Wahab akhirnya terealisasi. Presiden Soekarno mengundang seluruh tokoh politik datang ke Istana Negara untuk silaturahim yang bertajuk halal bihalal. Inilah titik balik mereka satu meja dan menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.

Dengan mengisahkan ini, Denny ini mengatakan bahwa NU harus terlibat dalam urusan politik kenegaraan seperti yang dicontohkan Mbah Wahab tersebut.

Saat ini NU sudah mempunyai PKB, kendaraan politik yang dilahirkan oleh dan untuk PBNU. Artinya, PKB adalah pelindung aspirasi politik warga NU. Fakta sejarah sudah membuktikan bahwa ketika aspirasi politik kaum nahdhiyyin tidak menyatu pada satu kekuatan politik, maka bisa dipastikan aspirasi dan peran politik nahdhiyyin sulit untuk diukur keterwakilan dan penyerapannya oleh kekuasaan yang sedang dan akan berjalan.

Alhasil, suara 90 jutaan kaum nahdhiyyin hanya akan menjadi rebutan banyak partai untuk menjadi “bahan bakar” kemenangannya dan setelah itu tak terlihat bekas atau “atsar” kontribusinya.

Denny juga mengungkapkan bahwa agama dan kekuasaan itu saudara kembar. Maka, PKB dan NU adalah juga saudara kembar. Agama itu pondasi kita berpolitik. Karena politik tanpa agama itu kesia-siaan. Sehingga bagi kader-kader, ber- PKB adalah ibadah yang akan menghasilkan keberkahan fiddunya hatta al akhirah.

Baca Juga: PKB Kukuhkan Laskar “Jateng Ijo Royo-royo”

Sehingga Denny mengajak kepada seluruh hadirin untuk cerdas dan cermat dalam menentukan gerbang dan pilihan politik.Bila dalam sejarahnya NU pernah membuat keputusan politik untuk melahirkan partai politik yang bernama PKB untuk menyatukan aspirasi dan kekuatan politik nahdhiyyin, maka Ber-NU juga perlu ber-PKB.

“Karena persatuan dan kesatuan nahdhiyyin dalam berpolitik niscaya akan memudahkan aspirasi kebangsaan dan kenegaraan kaum nahdhiyyin terukur serapan dan keterwakilannya dalam berbagai kebijakan berbangsa dan bernegara,” sebut Denny.

Sementara KH Syaiful Amri dalam sambutannya mengatakan RMI saat ini sedang berupaya mendorong adanya peraturan daerah (Perda) Pesantren di Kabupaten dan Provinsi.

“RMI sangat berharap PKB secara serius mengawal Perda tersebut karena substansinya sangat berguna bagi pendidikan pesantren, TPQ dan Madrasah Diniyah,” ujarnya.

Denny pun menyatakan kesiapan PKB mengawal Raperda Pesantren tersebut. Acara diakhiri dengan bersalam-salaman dengan seluruh peserta yang hadir.

168