Home Kesehatan Kesemutan Salah Satu Gejala Orang Terkena Rabies, Benarkah?

Kesemutan Salah Satu Gejala Orang Terkena Rabies, Benarkah?

Jakarta, Gatra.com – Rabies merupakan virus mematikan yang ditularkan oleh air liur hewan yang terinfeksi virus rabies. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat bahwa pelaku utama penyebar virus ini adalah hewan anjing, yang mencapai 95%. Sisanya 5% termasuk rubah, rakun, hingga kelelawar.

Orang yang terkena virus rabies bisa merasakan beragam gejala. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi, mengatakan bahwa gejala pada tahap awal meliputi demam, lemas, lesu, tidak nafsu makan, insomnia, sakit kepala hebat, sakit tenggorokan, hingga nyeri.

“Ini yang membuat kaku, kan, sehingga tidak bisa menelan,” kata Imran dalam konferensi pers virtual terkait Update Situasi Rabies di Indonesia pada Jumat, (2/6).

Pada kondisi lebih lanjut, gejala-gejalanya bisa meliputi kesemutan. Lalu terasa panas (parestesi) di sekitar lokasi terkena gigitan. Lebih parah lagi, korban bisa mengalami sejumlah fobia, seperti hidrofobia (takut air), aerofobia (takut penerbangan), fotofobia (takut cahaya), bahkan hingga meninggal dunia.

“Jadi tata laksana pada orang yang sudah pada gejala rabies yang berat, itu mereka harus dilakukan di rumah sakit di ruang yang gelap karena mereka takut dengan cahaya. Kalau kena cahaya, mereka akan meraung-raung. Jadi panas begitu,” ujar Imran.

Vaksinasi dan serum bisa menjadi penangkal kondisi memburuk apabila penanganan bisa dilakukan jauh lebih awal. Imran menyebut ada tiga tingkatan korban terkena virus rabies. Kategori 1 adalah ketika korban hanya terjilat atau terjadi kontak fisik lain dengan hewan diduga rabies seperti anjing.

“Orangnya terjilat oleh hewan yang kita duga rabies, tapi tidak ada luka. Kategori 1 ini tidak perlu diberikan vaksin. Tidak perlu diberikan serum juga,” kata Imran.

Sementara itu, katergori 2 adalah ketika korban tercakar oleh hewan diduga rabies, tetapi tidak ada luka berdarah pada tubuh korban. Lalu kategori 3 adalah ketika korban sudah mendalami luka berdarah. “Itu sudah berdarah, sudah ada luka terbuka. Maka dia harus diberikan vaksin dan serum rabies,” kata Imran.

Secara umum, kondisi rabies di Indonesia saat ini dikhawatirkan meningkat kembali usai pandemi Covid-19. Angka kasus rabies sempat menurun pada 2020-2021 karena selama pandemi, orang-orang lebih sering berada di rumah dan mengurangi kegiatan di luar ruangan. Otomatis kontak antara manusia dan hewan diduga penyebar rabies menjadi menrurun.

Namun, usai pandemi, angka tersebut dikhawatirkan meningkat lagi. Pada tahun 2022 lalu, bahkan angka kasusnya meningkat pesat, bahkan menjadi yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Kemenkes mencatat terjadi 104.229 gigitan hewan rabies dan sebanyak 102 orang meninggal dunia di tahun lalu. Hanya 74.888 yang mendapat vaksin rabies.

Sementara pada tahun ini, dari data hingga April 2023, Kemenkes mencatat sudah ada 31.113 kasus gigitan rabies dan 11 orang telah meninggal dunia. Baru sejumlah 23.211 yang mendapatkan vaksin rabies. Bali masih menjadi provinsi dengan jumlah kasus terbanyak seauh ini, yakni mencapai 14.827, disusul Nusa Tenggara Timur (3.437) dan Sulsel (2.338).

Di sisi lain, hanya ada delapan provinsi yang bebas rabies, yaitu Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Papua, dan Papua Barat.

264