Home Kesehatan Komunikasi Risiko Tentukan Respons Publik Hadapi Ancaman Kesehatan Masa Depan

Komunikasi Risiko Tentukan Respons Publik Hadapi Ancaman Kesehatan Masa Depan

Jakarta, Gatra.com – Pandemi COVID-19 telah memberikan pembelajaran berharga bagi pemerintah Indonesia, salah satunya dalam percepatan vaksinasi COVID-19 yang inklusif. Vaksinasi COVID-19 inklusif tidak terlepas dari keberhasilan komunikasi risiko dan pelibatan masyarakat.

Komunikasi risiko dinilai masih sangat berpengaruh untuk mendukung upaya pengendalian berbagai penyakit, dan menyiapkan diri untuk menghadapi ancaman kesehatan di masa depan. Komunikasi risiko ini bukan hanya bicara terkait membangun kesadaran menyampaikan informasi, tetapi juga mendukung tahap persiapan baik dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) maupun infrastruktur.

Pakar Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan, strategi komunikasi risiko yang dijalankan oleh pemerintah akan menentukan respons publik dalam menghadapi wabah penyakit. Menurutnya, setelah pemerintah mencabut status darurat COVID-19, tidak sedikit warga yang merasa kebal dan tidak lagi memiliki minat mendapatkan vaksinasi lanjutan atau booster.

"Hal yang menjadi pekerjaan rumah adalah pemerintah seringkali ber-euforia dalam menyampaikan sesuatu. Sehingga seringkali berlebihan dan akhirnya selain tidak membangun persepsi risiko, juga menurunkan motivasi dan keinginan dari kelompok masyarakat berisiko ini untuk mendapatkan vaksinasi booster. Hal ini yang terutama harus diperbaiki terutama dari sisi komunikasi risiko pemerintah," ujar Dicky.

Ia melanjutkan, pandemi telah membuktikan bahwa kecepatan dan ketepatan dalam mendeteksi dan merespons situasi sangat penting terkait penanganan COVID-19. Layanan informasi kesehatan yang inklusif juga penting didorong agar seluruh masyarakat di berbagai daerah, khususnya yang berisiko tinggi, bisa mendapatkan akses yang setara.

Layanan informasi kesehatan yang inklusif juga penting didorong agar seluruh masyarakat di berbagai daerah, khususnya bagi kelompok berisiko tinggi, agar bisa mendapatkan akses yang setara.

Hal ini yang didorong oleh Pemerintah Indonesia dan didukung oleh, Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP), sejak pertengahan tahun 2021 hingga Juni 2023. AIHSP dan Pemerintah Indonesia melakukan respons cepat pandemi COVID-19 dengan pendekatan Komunikasi Risiko dan Pelibatan Masyarakat (KRPM).

Saat pemaparan di acara penutupan Program Respons COVID-19 AIHSP Juni lalu, Koordinator Nasional Program Respons COVID-19 AIHSP, dr. Yulianto Santoso Kurniawan mengatakan, program vaksinasi inklusif COVID-19 telah menjangkau 11 kategori kelompok berisiko tinggi, dengan prioritas utama yang disasar adalah lansia dan penyandang disabilitas di lima provinsi: Bali, DIY, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan.

dr. Yulianto menjelaskan, untuk mengatasi ancaman kesehatan selanjutnya, pembelajaran komunikasi risiko sangat penting diterapkan, terutama terkait pengambilan keputusan dan respons masyarakat.

“Untuk mengubah pandangan, butuh dukungan dari lingkungan sekitarnya. Bagaimana keluarga, teman sebaya, puskesmas, pengambil kebijakan, dinkes, kemenkes perlu bergandeng tangan untuk menyampaikan risiko yang dikomunikasikan secara merata dan mudah diterima,” katanya.

Sejak awal pelaksanaannya, program tersebut menerapkan pendekatan pentahelix, di mana pemerintah, masyarakat, sektor swasta, media, organisasi sipil, organisasi kelompok disabilitas, dan akademisi terlibat penuh dalam meningkatkan cakupan vaksinasi.

"Komunikasi risiko harus tetap berjalan, baik sekarang maupun di masa depan. Tidak hanya diimplementasikan untuk penanganan COVID-19, penyakit prioritas nasional lainnya juga penting menggunakan komunikasi risiko untuk pencegahan, seperti TBC, stunting, dan masalah-masalah kesehatan lainnya," pungkasnya.

60