Home Regional Ribuan Anak di Jepara Putus Sekolah, Kepala Desa Dikerahkan

Ribuan Anak di Jepara Putus Sekolah, Kepala Desa Dikerahkan

Jepara, Gatra.com - Ribuan anak usia sekolah di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, tidak mengenyam bangku pendidikan. Tren ini membuat pemerintah daerah ketar-ketir. Sehingga langkah konkret perlu dilakukan untuk mencari segera akar permasalahannya.

Berdasarkan data per 14 Agustus 2023 yang dilaporkan Disdikpora, Jepara awalnya memiliki 5.977 anak tidak sekolah (ATS) usia 7 sampai 18 tahun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.980 anak kembali aktif bersekolah. Sementara sisanya sebesar 2.997 anak, masih berstatus ATS.

"Itu berdasarkan data Pusdatin Kemendikbud RI per 14 Agustus 2023. Karena data Pusdatin ini sangat dinamis, disepakati tanggal terakhir cut off untuk dimasukkan ke Dapodik tanggal 31 Agustus 2023," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Jepara, Edy Sujatmiko saat rapat koordinasi (Rakor) tindak lanjut penanganan ATS di Kabupaten Jepara, Jumat (18/8).

Dikatakan, setelah tanggal tersebut maka akan dilakukan sinkronisasi untuk mendapat data akhir yang lebih valid. Mengingat, jika didasarkan pada rekap pendataan per tanggal 14 Agustus 2023 dari pemerintah desa, hanya ada 1.164 ATS saja.

Baca Juga: Bermain, Cara Paling Ampuh Anak Usia Dini Untuk Belajar

Berkenaan hal ini, pihaknya meminta kepala desa (petinggi) di kabupaten berjuluk Bumi Kartini untuk serius melangsungkan pendataan ATS usia 4 hingga 18 tahun, menjelang cut off data pokok Pendidikan (Dapodik).

"Jika ditemukan ATS, segera konfirmasi ke sekolah. Selain itu para petinggi diharuskan melaporkan kepada Pj Bupati Jepara, mengenai ATS yang sudah kembali dan belum kembali ke sekolah," terangnya.

Edy menilai, pentingnya kualitas data, tidak hanya angka, tapi harus menyajikan pemilahan faktor riil penyebab ATS di lapangan. Ini dibutuhkan untuk menentukan treatment yang harus diberikan untuk mengembalikan anak usia sekolah ke bangku pendidikan.

Baca Juga: Belasan Ribu Anak Usia Sekolah di Jepara Tidak Bersekolah

"Kalau ATS itu faktornya adalah ekonomi, mudah mengembalikan ke sekolah. Tapi kalau faktor lain, perlu treatment khusus. Karena itulah, datanya nanti jangan hanya angka, tapi harus ada data pemilah faktor penyebabnya. Tapi tetap perlu kerja keras agar tidak ada yang tercecer. Misalnya anak orang mampu tapi malas sekolah atau yang terseret ke komunitas punk," pinta Edy kepada para kepala desa.

167