Home Gaya Hidup Mengintip Budidaya Kopi Organik di Lereng Pegunungan Muria

Mengintip Budidaya Kopi Organik di Lereng Pegunungan Muria

Pati, Gatra.com - Direktorat Jendral (Dirjen) Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) RI pernah memfasilitasi petani Desa Gunungsari, Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, untuk membudidayakan kopi organik, beberapa tahun silam.

Program pengalih fungsian lahan perkebunan non organik menjadi organik dan ramah lingkungan di lereng Pegunungan Muria itupun sukses diimplementasikan sejak tahun 2016.

Ketua Kelompok Tani Wana Lestari, Ngarjono mengatakan, untuk lahan kopi organik saat ini mencapai 13,6 hektare dengan jenis robusta. Sementara 157 hektare lainnya masih dibudidayakan secara kimia atau non organik.

"Sejak 2016 yang lalu kami melakukan peralihan lahan dari non organik menuju organik. Butuh waktu selama tiga tahun untuk mengkonversi lahan, agar terbebas dari pengaruh unsur kimiawi yang terkandung," ujarnya, Selasa (12/9).

Pria berusia 46 tahun ini mengatakan, budidaya kopi secara organik ditengarai karena kelangkaan pupuk kimia saat itu. Meski tergolong lebih sulit diterapkan, tetapi dari segi harga maupun perawatan malah jauh lebih mudah. Hanya saja lagi-lagi, proses awal peralihan tidak mudah.

"Kami harus menunggu tiga tahun lamanya untuk konversi lahan. Kami sudah mendapatkan sertifikat organik untuk kopi yang kami tanam. Untuk harga sebenarnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kopi non organik, hanya saja pasca pandemi untuk pasar masih belum pulih seperti dulu," bebernya.

Disebutkan, untuk perawatan secara organik jauh lebih murah, petani cukup sekali melakukan pemupukan organik. Setelah tiga bulan, biji kopi yang sudah berwarna merah siap dipanen dan diproses lebih lanjut.

"Perawatan itu bulan Juni hingga Agustus. Sekali panen kami bisa memperoleh sebanyak 13 ton. Itu sekitar 1.000 kilogram untuk setiap 1 hektare," terang Ngarjono.

Setelah mendapatkan perlakukan khusus, biji kopi siap dijual. Untuk yang sudah disangrai dipasarkan Rp150.000 per kilogram. Sementara yang sudah berupa serbuk kopi dibanderol Rp155.000 per kilogram.

"Kami sudah punya pasar tetap di sejumlah daerah di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Terkait rasa tentu beda. Testimoni minum kopi organik aman di lambung bahkan biasa dipakai untuk terapi sakit mag," pungkasnya.

102