Home Hukum Saksi Perjelas Asal Mula Masalah Tambang Intan Jaya Papua di Sidang Kasus Lord Luhut

Saksi Perjelas Asal Mula Masalah Tambang Intan Jaya Papua di Sidang Kasus Lord Luhut

Jakarta, Gatra.com - Sidang lanjutan kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Luhut Binsar Pandjaitan kembali memperdalam kegiatan pertambangan di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Saksi yang dihadirkan pihak terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menjelaskan, kegiatan pertambangan oleh PT Madinah Quarrata'ain (PT MQ) sudah terjadi sekitar tahun 2010 atau 2011. Namun, kegiatan ini terhenti setelah ada penolakan dari masyarakat.

Terdakwa Haris Azhar juga mendalami kegiatan tambang oleh PT MQ. Haris bertanya kepada Tokoh Adat Suku Wolani, Thobias Baugau, mengenai PT MQ yang tiba-tiba melakukan pertambangan di Papua mulai sekitar 2010. Thobias mengatakan, pihak perusahaan awalnya tidak pernah meminta izin kepada masyarakat.

"Belum dibicarakan, tapi waktu tahun 2012 itu tiba-tiba mereka koordinasi," ucap Thobias dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Senin (18/9).

Thobias pun mengatakan, PT MQ melakukan kegiatan pertambangan sejak tahun 2010, tapi terhenti di tahun 2015 usai ada penolakan lanjutan dari masyarakat. Thobias mengatakan, mediasi antara PT MQ dengan masyarakat terjadi di tahun 2015-2016.

"Setelah kita buat kesepakatan, turun ke lokasi, setelah terjadi sedikit antara PT MQ dan West Wits Mining bermasalah, saya minta supaya sampaikan kepada pemerintah daerah bahwa ini terjadi masalah di lapangan jadi kita memediasi di Polda," jelas Thobias.

Ia menjelaskan, permasalahan yang dibahas masih terkait penolakan masyarakat atas keberadaan PT MQ yang melakukan penambangan di sana. Thobias pun menjelaskan, awal penolakan bermula karena PT MQ tidak pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang sudah lebih dahulu mengelola wilayah mereka.

"Masyarakat pemilik wilayah tidak mengetahui adanya pt mq itu. Tidak sosialisasi, tidak koordinasi. Pada prinsipnya, masyarakat pemilik hak wilayah tidak tahu sama sekali," kata Thobias.

Masyarakat pun telah melakukan beberapa upaya untuk menolak keberadaan PT MQ. Penolakan pertama dilakukan oleh masyarakat dengan berdemonstrasi di Bandara Nabire. Kemudian, masyarakat juga sempat mendesak pemerintah setempat, baik tingkat kabupaten/kota sampai tingkat provinsi untuk menghentikan proses penambangan yang ada.

"Mantan gubernur sempat keluarkan instruksi untuk hentikan pertambangan. Berdasarkan instruksi itu, kami bentuk tim untuk melakukan sosialisasi ke pertambangan Darewo," jelas Thobias.

Haris Azhar pun sempat menanyakan kondisi terkini di wilayah konsesi tambang PT MQ. Thobias menjelaskan, sejak tahun 2017, pihak perusahaan sudah tidak pernah berkoordinasi dengan masyarakat setempat. Kegiatan penambangan memang juga sudah dihentikan, tapi di wilayah tersebut masih ada kegiatan perkantoran. Alat-alat berat milik PT MQ juga masih bisa ditemukan di wilayah konsesi tambang.

"Masih ada, dia punya kantornya masih ada. Masih ada kantornya, West Wits Mining juga masih ada. Madinah juga ada di lokasi," ucap Thobias lagi.

Untuk kasus ini, Haris Azhar didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE dan Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Sedangkan, Fatia Maulidiyanti didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP tentang penghinaan.

83