Home Nasional Demi Proyek Strategis Nasional, 10 Hak Masyarakat Adat Terampas

Demi Proyek Strategis Nasional, 10 Hak Masyarakat Adat Terampas

Jakarta, Gatra.com - Konflik masyarakat adat Rempang kontra negara dan investor yang tengah berlangsung saat ini menambah panjang daftar penggusuran keberadaan masyarakat Adat dan komunitas lokal. Proyek Strategis Nasional (PSN) digunakan negara untuk melegalkan tindak ini.

PSN mendapat kritik tajam dari sejumlah elemen masyarkat. Passalnya, upaya pelibatan masyarakat adat dalam berbagai diskusi dan pengambilan keputusan begitu minim. Dampaknya, tidak jarang perjuangan untuk mempertahankan wilayah adat dan penghidupannya, justru mengancam keselamatan mereka.

Ahli Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Herlambang P Wiratraman mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat 10 hak Masyarakat Adat yang terampas dalam proses pelaksanaan PSN di berbagai wilayah di Indonesia.

“Kesepuluh pelanggaran hak ini tidak hanya terjadi di Rempang saja, melainkan di wilayah lainnya seperti kasus PSN Bendungan Bener, di Wadas." ujarnya kepada Gatra.com, Rabu (20/9).

Kesepuluh hak tersebut, jelas Herlambang, adalah Negara telah berdosa karena gagal menjamin hak hidup, kedua, negara membiarkan kekerasan terjadi kepada anak-anak, dan ketiga terjadinya pelumpuhan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar warga.

Keempat, Herlambang melaknjutkan, tidak adanya jaminan atas hak kolektif dalam mempertahankan wilayahnya. Kelima, tidak adanya pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat yang dijamin dalam sistem hukum yang adil.

Lantas, keenam terjadinya berbagai serangan siber. Ketujuh, adanya kekerasan oleh aparat dan premanisme. Kedelapan, hilangnya hak hidup sejahtera lahir dan batin, tempat tinggal, dan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

"Kesembilan, hak milik pribadi dan hak lainnya yang diambil alih secara paksa, dan kesepuluh, negara gagal menjalankan mandat konstitusional: perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM." jelasnya.

"Hal ini sangat saya sayangkan karena seluruh hak yang diatur dalam konstitusi negara justru dilanggar oleh pemerintahnya sendiri. Ditambah lagi, produk hukum seolah diatur menyesuaikan untuk bisa mengakomodir PSN. Bahkan di lapangan seringkali terjadi manipulasi fakta yang sudah beyond-the-law”, tambah Herlambang.

Di samping HAM, Herlambang menyebut terdapat hak lain yang juga dilanggar pemerintah terhadap Masyarakat Adat dalam konteks Free, Prior, Inform, and Consent (FPIC). Pemerintah seharusnya berkomunikasi dan melakukan sosialisasi atas sebuah proyek pembangunan.

“Dalam melakukan FPIC ini pemerintah harus mengakui hak Masyarakat Adat untuk mengambil keputusan yang tepat terkait hal-hal yang mempengaruhi tradisi tradisi dan cara hidup mereka.” paparnya.

Herlambang menilai PSN lebih mengutamakan kepentingan investasi ketimbang kesejahteraan sosial masyarakat sekitarnya.

“Sampai saat ini, saya masih mempertanyakan ‘ukuran’ strategis dalam mengukur program ini. Karena setiap proyeknya didominasi oleh politik investasi bukan untuk kesejahteraan sosial." katanya.

"PSN ini sangat kental dengan capital-driven-investment. Jadi, strategis di sini itu ‘strategis untuk siapa’?,” tambah Herlambang.

300