Home Ekonomi Roy Suryo: Permendag 31/2023 Jangan Menjadi Pepesan Kosong

Roy Suryo: Permendag 31/2023 Jangan Menjadi Pepesan Kosong

Jakarta, Gatra.com – Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), KRMT Roy Suryo, mengingatkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 untuk mengatur TikTok dkk jangan hanya menjadi pepesan kosong.

“Jangan hanya menjadi 'pepesan kosong'. Pemerintah harus benar-benar konsisten dan konsekuen dalam menjalankan aturan-aturan yang bisa disebut 'sangat mikro' dalam Permendag tersebut,” katanya dalam keterangan pers, Kamis (28/9).

Pemerintah juga tidak boleh subjektif atau harus objektif dalam menindak bilamana ada pelaku pengguna medsos terkait, misalnya TikTok yang melanggar. Jangan tebang pilih, yakni hanya menyasar kepada pelaku masyarakat tertentu misalnya.

Adapun beberapa hal yang dimaksud sangat mikro dalam Permendag tersebut, lanjut Roy Suryo, itu memerlukan pengawasan dan penindakan secara khusus, antara lain adalah disebut-sebutnya dalam berbagai pemberitaan khusus soal TikTok, minimal US$100 atau sekitar Rp1,5 juta, dan sebagainya.

Menurutnya, apabila rencananya akan dibentuk Tim Pengawasan Siber yang beranggotakan berbagai kementerian atau lembaga terkait, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Kementerian Kominfo, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta instansi terkait lainnya, apakah dipastikan bisa efektif dan efisien?

“Ini terjadi karena sekarang setiap pelaku e-commerce yang menggunakan medsos harus disebut melakukan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PSME),” ujarnya.

Adapun model bisnis penyelenggara PMSE bisa sangat beragam, mulai dari lokapasar (marketplace) hingga social commerce. Permendag ini juga akan mengatur perizinan, perpajakan, dan ketentuan perdagangan lainnya.

“Masalahnya adalah sesuai laporan dari 'We Are Social' yang dirilis bulan April 2023 lalu saja, Indonesia tercatat sebagai negara dengan pengguna TikTok terbesar kedua di dunia,” katanya.

Pengguna media sosial Tiktok di Indonesia tercatat ada 113 juta. Sedangkan peringkat pertamanya adalah Amerika Serikat (AS), yakni sebanyak 116,5 juta dari total pengguna seluruh dunia yang mencapai 1,09 miliar. Mayoritas atau 38,5% penggunanya berusia 18 hingga 24 tahun.

“Siapkah tim khusus yang akan dibentuk untuk bisa melakukan pengawasan sampai penindakan di jumlah tersebut?” katanya.

Roy Suryo lebih jauh menyampaikan, belum lagi orang Indonesia dikenal 'kreatif' untuk bisa memanfaatkan atau menyiasati berbagai aturan yang akan diterapkan, misalnya dalam menyikapi aturan TikTok hanya boleh untuk promosi.

Menurutnya, ketentuan TikTok tidak boleh digunakan untuk berjualan secara langsung bisa dengan sederhana diakali dengan penggunaan multi gadget dan-atau multi-platform, sehingga tidak langsung tampak transaksinya.

“Apalagi kalau sudah digunakan teknologi artificial intelilgence atau AI dalam PMSE tersebut akan sangat kompleks,” katanya.

Ia menegaskan, meski telah lahir Permendag teranyar tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik sebagai Pengganti Permendag sejenis Nomor 50 Tahun 2020 tersebut boleh tetap diapresiasi.

Namun demikian, pemerintah seharusnya tidak hanya berpikir soal mikro dalam menjalani revolusi Industri 4.0 saat ini, apalagi beberapa negara maju sudah sampai pada tahap society 5.0, segala lini sudah menggunakan IoT (Internet of Thing), Big Data, AI, dan robot.

“Karena semua ini adalah keniscayaan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang mau tidak mau harus dialami oleh Indonesia saat ini,” katanya.

Roy Suryo menyampaikan, sebaiknya jangan hanya berpikir dan bersikap secara mikro karena justru yang diperlukan adalah pandangan makro dalam mengantisipasi pasar-pasar tradisional yang sekarang menjadi sepi tersebut.

Menurutnya, kalau hanya ditanggulangi dari satu sisi, sebut saja PMSE melalui TikTok ini dan tidak memberdayakan SDM di Indonesia, maka kita hanya akan menjadi "penonton" alias ketinggalan di landasan saja.

“Bis-bisa selain pasar tradisional tetap sepi karena masalahnya bukan sekedar mikro. Pengguna Medsos yang sempat booming dan menjadi penyelamat ekonomi semenjak pandemi 3 tahun lalu- malah jadi ikut terpuruk,” ujarnya.

Meski demikian, Roy Suryo secara objektik menyampaikan, Permendagri Nomor 31 Tahun 2023 patut diapresiasi dan setidaknya menjadi sikap Pemerintah agar tidak disebut abai dalam menyikapi kondisi Pasar tradisional UMKM seperti kondisi memprihatinkan yang sekarang terjadi di berbagai tempat, misalnya di Pasar Tanah Abang, Glodok, dan sebagainya.

34