Home Hukum Kejagung Tunggu Izin Persiden untuk Periksa Achanul Qosasi dalam Kasus BTS 4G

Kejagung Tunggu Izin Persiden untuk Periksa Achanul Qosasi dalam Kasus BTS 4G

Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang menunggu persetujuan atau izin tertulis dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memeriksa Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achasanul Qosasi (AQ), dalam kasus dugaan korupsi BTS 4G.

“Saat ini kita menunggu persetujuan tersebut untuk memanggil saudara AQ sebagai saksi,” kata Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, dalam keterangan pers diterima pada Senin (30/10).

Ketut menjelaskan, Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung mengirimkan surat untuk meminta izin tersebut kepada Presiden Jokowi melalui Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Kejagung meminta izin karena mengacu pada ketentuan UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yakni Pasal 24 menyatakan, pemeriksaan anggota BPK harus mendapat persetujuan Presiden.

Adapun Pasal 24 UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK: “Tindakan kepolisian terhadap anggota BPK guna pemeriksaan suatu perkara dilakukan dengan perintah Jaksa Agung setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis Presiden”.

“Ketentuan tersebut mewajibkan tim penyidik untuk mengikuti prosedur hukum formil yang harus dipenuhi,” kata Ketut.

Ketut menyampaikan, Kejagung optimistis presiden akan memberikan persetujuan atau izin kepada Kejagung untuk memeriksa AQ dalam kasus dugaan korupsi BTS 4G BAKTI pada Kementerian Kominfo.

“Saya yakin komitmen Presiden dan Jaksa Agung dalam hal pemberantasan korupsi sama, ingin semua permasalahan yang berkembang di persidangan dituntaskan,” katanya.

Ia menyampaikan, sebagaimana disampaikan Kejagung sebelumnya bahwa siapapun yang disebut diduga terlibat dalam kasus BTS 4G, akan diklarifikasi kepada yang bersangkutan sehingga tidak menimbulkan politik di tengah politik.

“Apakah nanti dapat dikembangkan lagi kita tunggu hasil penyidikan, penyidikan masih terus berjalan,” ujarnya.

Kejagung akan memeriksa Achanul Qosasi karena Direktur Utama (Dirut) PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Marnaek Simanjuntak, menyebut yang bersangkutan dalam persidangan perkara BTS 4G di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Kejagung tengah mendalami aliran uang sejumlah Rp40 miliar kepada oknum BPK melalui perantara Sadikin Rusli. Kejagung telah menetapkan Sadikin Rusli sebagai tersangka karena diduga melakukan pemufakatan jahat, yakni penyuapan untuk mengurus kasus tersebut dan pencucian uang sekitar Rp40 miliar.

Tim Jaksa Penyidik Pidsus menetapkan status SR dari semula saksi menjadi tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-54/F.2/Fd.2/10/2023 tanggal 15 Oktober 2023.

Ketut mengungkapkan, awalnya Tim Jaksa Penyidik Pidsus Kejagung mengkap Sadikin Rusli.

Tim penyidik juga menggeledah rumah Sadikin Rusli di Manyar Kertoarjo 8/85 RT 4/RW 11, Kelurahan Mojo, Kecamatan Gubeng, Kota Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu (14/10), sekitar pukul 10.00 WIB.

Adapun peran tersangka Sadikin Rusli, yakni telah secara melawan hukum melakukan permufakatan jahat untuk melakukan penyuapan atau gratifikasi atau menerima, menguasai penempatan, menggunakan harta kekayaan berupa uang sebesar sekitar Rp40 miliar.

Sadikin Rusli diduga mengetahui atau patut menduga bahwa uang sekitar Rp40 miliar tersebut merupakan hasil tindak pidana dari dua tersangka kasus dugaan korupsi BTS 4G, yakni Direktur Utama (Dirut) PT Mora Telematika Indonesia, Irwan Hermawan (IH) melalui Windi Purnama (WP).

Setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dan pencucian uang serta dokter menyatakan Sadikin Rusli ?dalam kondisi sehat, Tim Penyidik Pidsus Kejagung menahan yang bersangkutan.

“Tersangka SR dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan terhitung sejak 15 Oktober sampai dengan 3 November 2023,” katanya.

Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka Sadikin Rusli melanggar Pasal 15 atau Pasal 12B atau Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) atau Pasal 5 Ayat (1) UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

83