Home Internasional KTT COP28 Dibuka di Dubai, Presiden Israel Isaac Herzog dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas akan Hadir

KTT COP28 Dibuka di Dubai, Presiden Israel Isaac Herzog dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas akan Hadir

Dubai, Gatra.com - Uni Emirat Arab secara resmi memimpin konferensi iklim PBB COP28, yang dimulai di Dubai dengan mengheningkan cipta untuk para korban konflik di Gaza, pada hari Kamis (30/11).

Al-arabiya, Kamis (30/11) melaporkan, Sultan al-Jaber secara resmi mengambil alih perannya sebagai Presiden COP28, menggantikan pendahulunya Sameh Shoukry, menteri luar negeri Mesir yang memimpin pembicaraan COP sebelumnya di Mesir tahun lalu.

Selama upacara serah terima, Shoukry mendesak para delegasi untuk mengheningkan cipta, mengenang dua diplomat iklim yang baru saja meninggal, serta semua warga sipil yang tewas dalam konflik saat ini di Gaza.

“Saya berjanji akan menjalankan proses yang inklusif dan transparan, proses yang mendorong diskusi bebas dan terbuka antara semua pihak,” kata al-Jaber kepada para delegasi dalam pidato resmi pertamanya sebagai presiden COP28.

Ia meminta para delegasi untuk bersatu dalam agenda tersebut dan memulihkan kepercayaan terhadap multilateralisme.

“Kita mungkin negara yang masih muda – namun kita mempunyai ambisi yang besar, dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip seperti kolaborasi, optimisme, kemitraan sejati, tekad dan komitmen. Inilah bahan-bahan yang membentuk DNA UEA,” ujarnya. 

“Dan nilai-nilai inti kepercayaan, tujuan, kemitraan, dan pragmatisme inilah yang saya yakini harus mendefinisikan COP28,” tambahnya.

Ia juga mendesak negara-negara dan perusahaan bahan bakar fosil untuk bekerja sama mencapai tujuan iklim global.

COP28 diadakan di Expo City Dubai, dan akan berlangsung mulai 30 November hingga 12 Desember.

Para pemimpin dunia termasuk Presiden Israel Isaac Herzog, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Raja Yordania Abdullah II, Emir Qatar Sheikh Tamim al-Thani dan Presiden Brasil Lula da Silva diperkirakan akan berbicara pada acara tersebut.

“Kepresidenan ini berkomitmen membuka pendanaan untuk memastikan bahwa negara-negara Selatan tidak harus memilih antara pembangunan dan aksi iklim,” kata al-Jaber, mengulangi seruan untuk menjembatani kesenjangan pendanaan adaptasi dunia dan mendesak semua pihak untuk memenuhi janji dari dana Kerugian dan Kerusakan yang beroperasi penuh.

Ia juga mencatat pentingnya dekarbonisasi sistem energi yang ada.

“Biarkan sejarah mencerminkan fakta bahwa Kepresidenanlah yang mengambil keputusan berani untuk secara proaktif terlibat dengan perusahaan minyak dan gas. Kami melakukan banyak diskusi. Izinkan saya memberi tahu Anda, itu tidak mudah. Namun kini, banyak dari perusahaan-perusahaan tersebut yang berkomitmen untuk menghilangkan emisi metana pada tahun 2030 untuk pertama kalinya. Dan banyak perusahaan minyak nasional telah mengadopsi target net zero pada tahun 2050 untuk pertama kalinya,” katanya.

Presiden COP28 yang baru diangkat juga menyerukan konsensus seputar kerangka sistem energi masa depan.

“Saya tahu ada pandangan kuat mengenai gagasan memasukkan bahasa tentang bahan bakar fosil dan energi terbarukan ke dalam teks perundingan. Kami memiliki kekuatan untuk melakukan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Saya meminta Anda untuk bekerja sama,” serunya kepada para delegasi.

Dana bencana

Dalam pertemuan tersebut, para delegasi mengambil langkah besar untuk memberikan kompensasi kepada negara-negara yang terkena dampak banjir, panas, dan kekeringan yang mematikan.

Hampir semua negara di dunia menyelesaikan pembentukan dana untuk membantu memberi kompensasi kepada negara-negara yang berjuang mengatasi kerugian dan kerusakan, akibat perubahan iklim, yang dipandang sebagai terobosan besar pada hari pertama konferensi iklim PBB tahun ini.

Beberapa negara langsung mulai memberikan uang

Al-Jaber memuji keputusan pertama yang diambil pada hari pertama COP – dan negaranya, Uni Emirat Arab – akan menyumbangkan US$100 juta untuk dana tersebut. Negara-negara lain juga memberikan komitmen besar, termasuk Jerman, sebesar US$100 juta.

Negara-negara berkembang telah lama berupaya untuk mengatasi masalah kekurangan dana untuk merespons bencana iklim, yang disebabkan oleh perubahan iklim, yang sangat berdampak buruk bagi mereka. Dan mereka tidak mempunyai tanggung jawab yang besar – negara-negara industri telah mengeluarkan emisi karbon yang merangkap panas di atmosfer. 

Laporan terbaru PBB memperkirakan bahwa diperlukan dana hingga US$387 miliar setiap tahunnya, jika negara-negara berkembang ingin beradaptasi terhadap perubahan yang disebabkan oleh iklim.

Tugas besar lainnya di KTT ini adalah negara-negara menilai kemajuan mereka dalam mencapai tujuan iklim global – terutama tujuan Perjanjian Paris yang membatasi pemanasan global hingga di bawah 2 derajat Celcius (3,6 derajat Fahrenheit).

Proses ini, yang dikenal sebagai global stocktake, harus menghasilkan rencana tingkat tinggi yang memberi tahu negara-negara apa yang perlu mereka lakukan.

126