Home Ekonomi Hadapi Tantangan Besar, Menko Airlangga Dorong Petani Sawit Selesaikan Sertifikasi ISPO

Hadapi Tantangan Besar, Menko Airlangga Dorong Petani Sawit Selesaikan Sertifikasi ISPO

Jakarta, Gatra.com - Menteri Koordinator Bidang Perekomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengungkapkan, ada beberapa tantangan yang akan dihadapi komoditas kelapa sawit Indonesia. Salah satunya adalah dampak dari inisiatif baru Uni Eropa (EU) yaitu EU Deforestation Regulation (EUDR) yang berlaku pada 16 Mei 2023 lalu.

Menurut Airlangga, akibat dari kebijakan yang dikeluarkan Uni Eropa tersebut dapat merugikan dan menyusahkan para petani sawit, karena dari inisiatif tersebut, Indonesia berpotensi hilang dari rantai pasok. 

Eropa kata Airlangga, akan membagi negata dalam 3 katagori, di antaranya adalah beresiko tinggi (high risk), standar dan beresiko rendah (low risk).

“Kalau kita tidak dapat menyampaikan geolocation dan data dari lahan, mereka memasukkan Indonesia pada risiko tinggi,” kata Airlangga dalam acara Pertemuan Nasional Petani Kelapa Sawit di Grand Paragon Hotel, Jakarta, Kamis (7/12).

Airlangga menyebut, ketentuan utama EUDR yang berpotensi akan sangat merugikan dan menyulitkan para petani smallholders termasuk penerapan geolocation plot lahan kelapa sawit dan country benchmarking system.

Adapun, ketentuan EUDR tersebut berpotensi menghambat akses pasar bagi komoditas yang menjadi target EUDR yakni kopi, kakao, kayu, minyak sawit, dan karet. Tidak luput dari ketentuan ini adalah pemberian citra negatif akan diberikan kepada negara-negara yang digolongkan sebagai high risk.

Menurut Airlangga, nantinya jika Indonesia dimasukan ke dalam katagori negata high risk akan melakukan verifikasi dan membayar surveyor. Hal tersebut, tentunya akan membebani para petani sawit kecil di Indonesia.

Untuk itu, Airlangga mendorong para Petani Sawit di Indonesia untuk menyelesaikan proses sertifikasi melalui Indonesia Sustainable Palm Oil Plantation Certification System (ISPO). Sertifikasi ISPO dapat menjamin praktik produksi yang dilakukan oleh perusahaan dan petani kelapa sawit mengikuti prinsip dan kaidah keberlanjutan.

Selain ISPO, Pemerintah Indonesia juga mendukung sertifikasi sukarela melalui skema Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

“Geolocation itu tentu harus ada sertifikasi. Ini penting harus kita selesaikan dalam kurun waktu yang tidak lama,” katanya.

Baca Juga: Di Depan Ratusan Petani Sawit, Menko Perekonomian Airlangga Klaim Ekspor Sawit RI Setara Nikel

Airlangga menjelaskan bahwa, pemerintah telah membuat Joint Mission antara Indonesia dan Malaysia agar Indonesia tidak masuk ke katagori beresiko tinggi. Kerja sama dengan Malaysia tersebut fokus ketidaksetujuan kepada Uni Eropa yang mendiskriminasi komoditas ekspor unggulan, terutama kelapa sawit yang berdampak negatif pada industri, perdagangan, dan para petani kecil (smallholders) kelapa sawit, melalui kebijakan EUDR.

75