Home Regional Dinas Pertanian Perkirakan MT 1 Mundur hingga Januari 2024, Petani: Harus Cerdas Iklim

Dinas Pertanian Perkirakan MT 1 Mundur hingga Januari 2024, Petani: Harus Cerdas Iklim

Purworejo, Gatra.com - Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, mengimbau agar para petani memundurkan jadwal MT 1 (masa tanam). Hal itu karena kendala ketersediaan air, mengingat hingga saat ini hujan belum turun lagi.

MT 1 di Kabupaten Purworejo diperkirakan mundur dua bulan. Seharusnya MT 1 dimulai Bulan November, bahkan Oktober akhir sudah bisa tanam tapi sampai sekarang petani belum bisa menanam padi.

"Perkiraan, curah hujan normal di bulan Desember, tapi meleset. Bulan Januari diperkirakan curah hujan normal. Sebelumnya diperkirakan dasarian III bulan Oktober sudah ada hujan di Purworejo, ternyata tidak," kata Kepala DKPP Kabupaten Purworejo, Hadi Sadsila kepada wartawan, Selasa (19/12/2023).

Hadi melanjutkan, saat ini, sebagian kecil petani sudah mulai menanam karena sudah menyemai benih. "Umur benih di semaian 20-25 hari sudah harus tanam. Sehingga pertengahan Desember seperti di daerah Kecamatan Grabag, Banyuurip, sudah tanam, ada yang dibantu dengan pompanisasi," terang Hadi.

Mundurnya masa tanam ini diakui sangat berpengaruh pada produksi (padi/beras). "Kami berharap MT2 yang kemungkinan dimulai akhir Bulan Maret 2024 sampai April 2024 sudah dapat tercukupi air. Yang saya khawatirkan, di MT2 El Nino muncul lagi, maka petani akan rekasa [susah] karena air tidak cukup sehingga harus swadaya. Ada risiko rebutan air juga," tuturnya.

Ia mengakui, keluhan masyarakat terkait air banyak sekali, tetapi dinas tidak bisa memenuhi tuntutan masyarakat karena kondisi iklim yang belum normal ini, jadi ketersediaan air terbatas.

"Upaya kami dari awal imbauan tentang musim tanam, tapi karena prediksi meleset kami menerima keluhan. Kami hanya bisa mengimbau, musim tanam ini bisa dipercepat dengan pompanisasi secara swadaya agar produksi gabah tidak terpengaruh. Dari pihak PU (Dinas PUPR) sudah diatur terkait air," ungkapnya.

Petani yang berada di aluran daerah irigasi (DI) Bogowonto sebanyak 25 persen telah mulai menanam, yaitu di Kecamatan Ngombol, Purwodadi, sebagian Banyuurip, Bagelen, Purworejo dan Gebang. Sedangkan yang aliran DI Wadaslintang sebanyak 50 persen petani sudah bercocok tanam, yaitu di Kecanatan Kemiri, Kutoarjo, Grabag, dan Pituruh.

"Luas sawah di Kabupaten Purworejo mencapai 28 ribu hektare. Jika dalam 10 hari ke depan tidak ada hujan, diperkirakan baru bisa tanam pertengahan Januari 2024," ujar Hadi.

Petani Harus Cerdas Iklim

Menghadapi cuaca yang tak menentu ini, salah satu petani yang juga Kepala Desa Kalimiru, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Agung Yuli Priatmoko, mengajak agar petani belajar cerdas iklim.

"Desa Kalimiru memiliki 3 kelas sawah, yaitu nglorok (sawah dalam), sawah, dan tegalan. Untuk yang sawah nglorok sudah tanam beberapa hari yang lalu. Untuk sawah, minggu depan akan tanam, kalau tegalan masih ditanami palawija, jagung," kata Agung melalui sambungan telepon.

Sebagai kepala desa, ia sudah memberi tahu kepada warganya agar MT 1, tanah nglorok dulu yang ditanami, setelah itu sawah dan baru tegalan. Ia juga meminta agar masalah air disikapi secara bijaksana, tetapi harus tetap memiliki target (kapan harus menanam).

"Jangan sampai MT 1 itu mundur terlalu lama karena akan berpengaruh pada perekonomian, terutama pada petani. Apalagi menjelang Lebaran (April 2024), harapan kami Lebaran itu sudah panen. Karena untuk menjaga ketersediaan pangan saat Idulfitri," kata Agung.

Agung menyampaikan, petani perlu memiliki trik olah tanah kering dengan traktor rotary roda 4. Dengan traktor besar, menurutnya, tanah tak perlu basah saat ditraktor, berbeda dengan menggunakan cangkul atau traktor kecil, tanah harus basah.

"Dengan traktor besar, akan menghemat air, karena hanya membutuhkan air saat akan ditanami," pungkas Agung.

215