Home Hukum Kejagung Tetapkan 6 Tersangka Korupsi Jalur Kereta Api Besitang-Langsa Rp1,3 Triliun

Kejagung Tetapkan 6 Tersangka Korupsi Jalur Kereta Api Besitang-Langsa Rp1,3 Triliun

Jakarta, Gatra.com – Kejaksan Agung (Kejagung) menetapkan enam orang tersangka kasus Dugaan Korupsi Korupsi Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang–Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan Tahun 2017–2023 senilai Rp1,3 triliun.

“Pada sore hari ini, kami Kejaksaan Republik Indonesia melakukan satu proses penetapan tersangka dan sekaligus melakukan penahanan terhadap 6 orang tersangka dalam kasus Perkeretaapian,” kata Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung dalam konferensi pers secara daring di Kejagung, Jakarta, Jumat (19/1).

Ketut menyampaikan, penetapan keenam tersangka tersebut setelah Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung memeriksa sekitar 49 orang saksi dalam kasus ini.

Direktur Penyidikan Pidana Khusus (Pidsus) pada Jampidsus Kejagung, Kuntadi, melanjutkan, Kejagung menetapkan 6 orang tersangka setelah memeriksa mereka sebagai saksi pada hari ini.

“Setelah dilakukan pemeriksaan beberapa saksi dan berdasarkan alat bukti yang cukup, pada hari ini kami menetapkan 6 orang saksi sebagai tersangka,” ujarnya.

Keenam tersangkanya, lanjut Kuntadi, yakni NSS dan AGP, mereka selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek tersebut dan mantan kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan, Sumatera Utara (Sumut).

“AAS dan HH, keduanya selaku PPK [Pejabat Pembuat Komitmen], RMY selaku Ketua Kelompok Kerja Pengadaan Konstruksi 2017, serta AG selaku direktur PT DYG, selaku konsultan perencanaan dan konsultan supervisi pekerjaan,” ujarnya.

Kejagung langsung menahan keenam orang tersangka tersebut untuk kepentingan proses penyidikan. Terssangka AAS, RMY, dan HH ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejagung, AGP di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, dan NSS dan AGB di Rutan Salemba,” katanya.

Kuntandi menjelaskan, kasus ini bermula pada periode 2017–2019. Pada tahun tersebut, Balai Teknik Perkeretaan Medan mengadakan proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa.

Salah satu tersangka korupsi jalur Kereta Api Besitang-Langsa senilai Rp1,3 triliun digiring ke mobil tahanan di Kejagung, Jakarta, Jumat (19/1/2024). (GATRA/Dok. Kejagung)

Dalam pelaksanaan pekerjaaan tersebut, lanjut Kuntadi, kuasa pengguna anggaran (KPA) telah dengan sengaja memecah proyek tersebut menjadi beberap fase sehingga pengadaan penyelenggaraan lelang dan penentuan pemenang tender dapat diarahkan dan dikendalikan.

“Selain itu, pelaksanaan proyek juga tidak mengindahkan feasibility study (FS) serta penetapan jalur trace Kementerian Perhubungan (Kemenhub),” ujarnya.

Bahkan, dalam pelaksanaan proyek ini, kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan telah memindahkan jalur yang semestinya yang telah ditetapkan Kemenhub ke jalur eksisting sehingga jalan yang telah dibangun saat ini mengalami kerusakan parah di beberapa titik dan tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya.

“Proyek ini dianggarkan oleh APBN senilai Rp1,3 triliun dan perhitungan kerugian negara saat ini masih kita lakukan, kemungkinan besar melihat kondisi jalurnya, merupakan total loss,” katanya.

Atas perbutan tersebut, Kejagung menyangka keenam orang tersebut melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, Direktur Penyidikan (Dirdik) Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi, pada Selasa (3/10/2023), menyampaikan, pihaknya telah menaikkan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang–Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan Tahun 2017–2023 ke tahap penyidikan setelah menemukan bukti permulaan yang cukup.

Ia menjelaskan, kasus ini berawal dari pelaksanaan pembangunan jalur kereta api senilai Rp1,3 triliun, diduga secara melawan hukum merekayasa dengan memecah nilai proyek menjadi kecil dengan tujuan menghindari proses lelang.

Selain itu, secara melawan hukum, lokasi pekerjaan pembangunan jalur kereta api juga dipindahkan sehingga tidak sesuai dengan lokasi yang telah ditetapkan dalam kontrak. Hal itu dilakukan guna mendapat keuntungan.

406