Home Ekonomi Forum CSR Siap Kawal Program Keberlanjutan Capres Terpilih

Forum CSR Siap Kawal Program Keberlanjutan Capres Terpilih

Jakarta, Gatra.com – Ketua Forum CSR Indonesia, Dr, Ing., Ir., Mahir Bayasut ST., MM., mengatakan, pihaknya siap mengawal dan mendukung program-program keberlanjutan dan lingkungan dari pasangan calon (paslon) Presiden-Wakil Presiden terpilih dalam Pemilu 2024.

“Kami siap mengawal dan mendukung program-program keberlanjutan dari paslon yang terpilih seusai dengan visi misi yang mereka ajukan saat debat kemarin,” kata Mahir dalam keterangan pada Kamis (1/2).

Ia menyampaikan, pihaknya sebagai organisasi sosial yang juga menjadi mitra strategis dari pemerintah, siap mendukung dan mengawal karena bagaimanapun Indonesia menghadapi tantangan yang tidak ringan dan semua harus disesuaikan dengan kebutuhan saat ini.

Ia menjelaskan, Forum CSR Indonesia, merupakan organisasi sosial yang juga menjadi mitra strategis dari pemerintah serta berbagai kalangan, baik dunia usaha, BUMN, BUMD, yayasan, universitas, dan NGO.

Forum ini, lanjut dia, dibentuk sebagai sebuah forum dalam rangka meningkatkan kepedulian, kemampuan, dan tanggung jawab dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga, berkelanjutan, efektif, dan masif.

Sekjen Forum CSR Indonesia, Rio Zakarias Widyandaru, menilai, secara umum, gagasan semua peserta debat sebenarnya memiliki irisan dengan berbagai inisiatif yang sudah dilakukan pemerintah periode sekarang.

Menurutnya, selama 10 tahun terakhir ada cukup banyak kebijakan pemerintah yang ditelurkan terkait dengan pembangunan sosial dan lingkungan berkelanjutan. Di sektor keuangan misalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai banyak kebijakan keuangan berkelanjutan di antaranya beberapa program seperti Green Bond, Green Taxonomy hingga SDGs Bond.

Selanjutnya, Kementerian BUMN mempunyai Permen mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga ada Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan PROPER.

Selanjutnya, Kementerian ESDM terdapat Kepmen mengenai program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Selain itu, Indonesia juga ikut dalam komitmen penurunan emisi karbon yang tertuang dalam dokumen NDC (dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).

Pembangunan dari desa untuk pemerataan terkait dengan gagasan-gagasan yang muncul dalam debat Capres-Cawapres tersebut, lanjut dia, Forum CSR Indonesia memberikan beberapa catatan khusus. Pertama, gagasan untuk menjadikan desa sebagai titik tumpu pembangunan yang dilontarkan oleh Cawapres nomor urut 01 Muhaimin Iskandar. Menurut Mahir, ini merupakan pendekatan yang sangat tepat sebagai solusi pembangunan Indonesia yang lebih merata.

“Siapapun yang nanti menang dan berkuasa, bisa menjadikan program desa wisata yang diinisiasi pemerintah sekarang sebagai role model pembangunan desa meski dalam berbagai hal masih perlu penyempurnaan,” ujarnya.

Menurut Mahir, salah satu desa wisata yang berhasil adalah desa Panglipuran di Bali. Melalui kerja sama multipihak, desa itu berhasil meningkatkan pendapatan dari Rp15 miliar di tahun 2022 (masa pandemi Covid-19) menjadi Rp25 miliar. Jumlah tersebut terbilang mengalahkan peningkatan pendapatan korporasi kecil.

Desa lain yang bisa dijadikan contoh adalah Kepanrame di Mojokerto yang sempat disinggung oleh Cawapres nomor urut 02, Gibran Rakabuming Raka di dalam debat. Hampir mayoritas warga yang tinggal di sana memiliki saham atas desa tersebut, sehingga mereka tergerak ikut membangun desa wisata yang menjadi salah satu sumber penghasilan.

Implementasi gagasan pasangan Capres nomor 02 akan menghadapi PR besar karena banyak desa yang masih memiliki keterbatasan sumber daya. Baik sumber daya manusia, teknologi, maupun sumber daya alam.

Terkait dengan kritik keras dari pasangan Capres nomor 1 dan nomor 3, Sekjen Forum CSR Indonesia, Rio Zakaria, memberi pembelaan bahwa dalam skala luas, proyek food estate memiliki potensi untuk meningkatkan ketahanan pangan Indonesia.

Menurutnya, jika dieksekusi melalui perencanaan yang matang dengan pemanfaatan teknologi modern, program ini bisa menghasilkan produk pangan dalam jumlah besar dan berkualitas. Hal ini akan membantu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, terutama dalam menghadapi ancaman krisis global.

Namun di sisi lain, Rio mengingatkan program food estate juga memiliki beberapa risiko keberlanjutan. Antara lain alih fungsi lahan yang dapat menyebabkan deforestasi, perubahan iklim, dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Selain itu, implementasi program food estate yang sejauh ini dikelola pihak swasta, menurutnya, juga menimbulkan kekhawatiran adanya dampak negatif terhadap tingkat kesejahteraan petani lokal. Oleh karena itu, sebaiknya program sebesar food estate selayaknya didahului dengan perencanaan yang matang. Kemudian dalam pelaksanaannya mempertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan.

Selanjutnya, implementasi program seperti ini mestinya juga melibatkan petani lokal mulai dari persiapan tanam hingga pasca panen. “Hal ini penting untuk mengurangi dampak negatif dari alih fungsi lahan, serta mengurangi konflik sosial dengan masyarakat,” kata Rio.

Etika Lingkungan

Statemen lain yang cukup menarik perhatian Forum CSR Indonesia adalah prinsip etika lingkungan dan aspek keadilan yang diangkat oleh salah satu pasangan capres. Etika lingkungan adalah salah satu disiplin filsafat yang mempelajari hubungan moral antara manusia dan lingkungan.

Dalam disiplin ini, dibahas bagaimana manusia harus berperilaku terhadap lingkungan. Termasuk bagaimana menggunakan sumber daya alam, melindungi keanekaragaman hayati, dan mencegah kerusakan lingkungan.

Terkait dengan etika lingkungan, Mahir menggarisbawahi statemen Pasangan Capres nomor 3, Profesor Mahfud MD bahwa pemerintah wajib melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengakui aktivis lingkungan sebagai subyek hukum.

“Lingkungan hidup harus diakui sebagai subyek hukum yang memiliki hak dan dapat dikuasakan untuk diwakili memperjuangkan haknya di hadapan hukum. Dengan demikian, maka siapapun termasuk aktivis lingkungan, berhak maju di hadapan hukum untuk memperjuangkan hak asasi alam yang dirampas semena-mena,” paparnya.

Putusan yang keluar semasa Mahfud menjabat sebagai Ketua MK tersebut tentu sangat penting dalam perjuangan menegakkan hak asasi alam. Mengutip argumentasi dalam jurnal ilmiah berjudul “Lingkungan Hidup sebagai Subyek Hukum; Redefinisi Relasi Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi Lingkungan Hidup dalam Perspektif Negara Hukum” yang ditulis oleh Abdurrahman Supardi Usman (Biro Hukum Kementan RI), Mahir sependapat bahwa pengakuan legal standing para aktivis lingkungan sangat penting untuk memperjuangkan hak asasi alam yang dirampas secara semena-mena.

Namun ia mengingatkan, semua hal itu memerlukan check and balance baik dari pihak otoritas dan juga pihak interest and preasure group (dalam hal ini aktivis lingkungan) demi menjaga agar tidak ada yang menyalahgunakan hak dan wewenangnya.

Solusi Zaman Now dan Taubat Ekologis

Masih terkait dengan masalah lingkungan, Mahir mempertanyakan klaim yang dilontarkan oleh Pasangan Capres nomor 2 Gibran Rakabuming Raka bahwa masalah “zaman now” hanya bisa diatasi dengan solusi “zaman now”.

Menurutnya, masalah perubahan iklim mungkin dapat diselesaikan dengan solusi penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk mengurangi gas emisi rumah kaca. Namun lanjutnya, akan lebih tepat jika hal itu dikombinasikan dengan strategi “zaman old” berupa penanaman pohon untuk menyerap CO2 di atmosfer.

“Pada intinya, hal terpenting dalam penyelesaian masalah ekologis adalah komitmen dan kolaborasi, serta konsep yang menyeluruh, bukan parsial,” tegasnya.

Sebagai penutup, Mahir mengajak pemerintah dan semua yang terlibat dalam hajat kebangsaan ini untuk mengamini ajakan taubat ekologis yang dilontarkan salah satu pasangan capres sebagaimana anjuran Paus Fransiskus dalam ensikliknya Laudato Si’ di tahun 2015.

“Konsep taubat ekologis mengacu pada proses pengakuan manusia atas kontribusi mereka terhadap kerusakan lingkungan dan tindakan untuk menyembuhkan dan memperbaikinya. Taubat ekologis, mengajak kita untuk kritis dalam cara berfikir dan bertindak tentang lingkungan,” katanya.

25