Home Hukum Pelapor Kasus Tanah Adukan Ketidakprofesionalan Penyidik Polda Jateng ke Propam Polri

Pelapor Kasus Tanah Adukan Ketidakprofesionalan Penyidik Polda Jateng ke Propam Polri

Jakarta, Gatra.com – Nico Tanzil didampingi kuasa hukumnya Djoko Susanto melaporkan dugaan ketidakprofesionalan penyidik Direskrimum Polda Jawa Tengah (Jateng) dalam menyidik kasus dugaan penipuan dan penggelepan ke Probam Mabes Polri.

“Mengadukan adanya dugaan pelanggaran disiplin atau ketidakprofesionalan penyidik Ditreskrimum Polda Jateng,” kata Djoko di Jakarta pada pekan ini.

Ia menyampaikan, pihaknya melaporkan dugaan pelanggaran disiplin atau ketidak profesionalan penyidik Ditreskrimum Polda Jateng kepada Propam Mabes Polri pada Rabu kemarin (7/2).

Djoko menjelaskan, awalnya kliennya melaporkan dugaan pemalsuan akta otentik pada tahun 2021 silam. Polda Jateng kemudian meningkatkan kasus tersebut ke penyidikan dan menetapkan dua orang tersangka. Penetapan tersangka tersebut sudah sekitar satu tahun.

“Terlapornya dua orang dan sudah menjadi tersangka, namun sampai hari ini belum ada kejelasan yang pasti, sehingga menurut hemat kami, penyidik seolah-olah mengulur-ulur dan berat sebelah,” katanya.

Adapun kedua orang tersangkanya, lanjut Djoko, yakni inisial M, seorang wiraswasta di Purwokerto dan P, pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan notaris. Sebagai warga negara, Nico merasa belum mendapat keadilan karena penangan laporannya tidak ada perkembangan pascapenetapan tersangka.

“Pengadu merasa keberatan karena kedua tersangka ini belum dilakukan upaya maksimal dari penyidik Reskrimum Polda Jateng. Terkesan klien kami dianaktirikan atau berat sebelah. Seolah-olah terlapor atau tersangka ini kebal hukum,” ujarnya.

Ia menyampaikan, pihaknya menilai demikian karena sesuai informasi yang didapat, Tim Penyidik Ditreskrimum Polda Jateng sudah memanggil kedua orang tersangka secara patut untuk dimintai keterangan. Namun, hingga 3 kali pemanggilan mereka tidak memenuhinya.

“Meskinya kan ada upaya paksa, jemput paksa yang dilakukan penyidik, ini menurut hemat kami ketidakprofesionalan penyidik, tidak sesuai KUHAP,” ujarnya.

Djoko menegaskan, pihaknya mempersoalkan itu karena sangat menghormati hukum acara. ?“Kami tidak ada rasa benci, suka dan tidak suka kepada mereka, tapi klien kami merasakan adanya dugaan keberpihakan dari penyidik,” ucapnya.

Sedangkan ketika ditanya apakah ada pihak tertentu yang mencoba melindungi, Djoko mengatakan, tidak mengetahui persis. Namun pihaknya menilai adanya ketidakprofesionalan penyidik sehingga melaporkannya kepada Propam Mabes Polri.

“Kami meminta kepada Propam untuk mengkaji lebih dalam dan meneliti lebih lanjut ad apa di balik semua itu. Kita hanya pelapor saja, kami tidak menduga-duga ada siapa di belakangnya,” ujar dia.

Nico menjelaskan, merasa tidak diperlakukan secara adil karena kasus yang dilaporkannya tidak berjalan. Sementara laporan balik yang dilayangkan oleh pihak terlapor yang sudah menyandang status tersangka itu malah lebih intens ditangani penyidik Polda Jateng.

“Melaporkan ibu saya dengan kasus objek yang sama, dan kasus terhadap ibu saya jalan, ibu saya dipanggil, malah ibu saya yang dipanggil terus menerus. Saat didatangi [diutus] kuasa [hukum], mendapatkan tekanan juga,” ujarnya.

Nico mengungkapkan, pelaoran yang dilakukan pihaknya ke Polda Jateng tersebut terkait jual-beli tanah antara mendiang ayahnya dengan M. Adapun tanah tersebut di wilayah Tambak Sogra, Purwokerto?, Jateng, seluas 13.145 meter persegi.

“M datang mau membeli tanah ayah saya. Tanah ini dapat dari lelang KPKNL pada 2006, [tahun] 2013 dia [M] datang untuk membeli. Belum ada pembayaran,” ucapnya.

Saat itu, lanjut dia, mendiang dan M membuat perjanjian jual beli (PJB) dan diikuti pemberian kuasa. Dengan dasar PJB dan kuasa itu, dia melakukan pemecahan dan penjualan tanah ke PT milik dia sendiri tanpa sepengatahuan almaruh ayah ataupun pihak keluarga.

“Itu sudah habis waktu masa perikatan, itu 8 bulan habis waktu dia datang bawa penawaran kerja sama untuk membikin PT bersama untuk membangun perumahan bersama,” katanya.

Ternyata, ungkap Nico, tanah yang disebutkan dalam perjanjian itu sudah beralih semua dan dipecah tiga tanpa diketahui almarhum ataupun keluarga yang menjadi ahli warisnya.

“Dipecah, sebagiannya itu oleh notaris dibikin Akta Jual Beli (AJB) sama orang ini dijualbelikan SHM menjadi SHGB dan notaris itu mengesahkan,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, belum ada pembayaran atas tanah yang telah dialihkan, dipecah, dan dibaliknamakan dengan dalih kuasa tersebut. “Di sini ditemukan adanya pemalsuan tanda tangan, sudah dilabkrim, sudah ada hasilnya nonidentik,” ujarnya.

Nico menyampaikan, pemalsuan tanda tangan mendiang ayahnya itu sebagaimana disampaikan pihak penyidik Polda Jateng kepadanya bahwa tanda tangan tersebut nonidentik dengan tanda tangan almarhum sebagaimana hasil labortorium.

“Bapak tidak menyetuji bahkan tidak mengetahui kalau tanah itu dipecah dan diturunkan haknya, dijual tidak tahu, makanya di situ ditemukan dugaan pemalsuan tanda tangan ayah saya,” katanya.

“Sudah dilabkrim itu palsu, saya info dari Polda, mereka menyampaian kepada saya, hasilnya nonidentik,” ucapnya.

Ketika dikonfirmasi ulang soal uang pembayaran, Nico menyatakan belum ada pembayaran atas tanah tersebut. Adapun belakangan adalah penitipan uang dari pihak M ke pengadilan pada Desember 2023. Saat itu M dan P sudah menjadi tersangka.

“Dia melakukan konsinyasi, penitipan uang untuk bukti melaporkan ibu saya malah, bukan untuk membayar,” tandasnya.

Nico menilai pelaporan balik itu juga janggal karena ibunya bukan pihak yang menjual tanah, hanya sebagai yang mengetahui dan menyetujui suaminya menjual tanah tersebut. “Jadi di laporannya, nama ayah saya dihillangkan, hanya ibu saya sebagai pihak,” ujarnya.

Sedangkan untuk jumlah kerugian yang dialami, Nico menyampaikan, baginya jumlahnya besar. “Kita penusaha, pengembang. Lumayan hasilnya, pasti akan lumayan, cuman angkanya saya tidak sebutkan di sini,” katanya. Terkait kasus ini, Gatra.com masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.

111