Home Nasional Seruan Jangan Mati Rasa Menggema di Studio Hanafi: Seniman Lawan Kematian Etika dan Estetika

Seruan Jangan Mati Rasa Menggema di Studio Hanafi: Seniman Lawan Kematian Etika dan Estetika

Jakarta, Gatra.com - Puluhan seniman lintas disiplin berkumpul di Studio Hanafi, Parung Bingung, Depok. Mereka menyerukan pernyataan sikap yang mengajak untuk membangkitkan rasa dari kematian etika dan estetika.

“Kami seniman dan pegiat seni budaya memiliki kehendak untuk mendorong letupan jiwa pada katup-katup demokrasi dan sendi kehidupan yang tersumbat dengan segala upaya inspiratif yang mampu mewarnai dinamika budaya kritis tanpa pembungkaman,” tertulis dalam manifesto yang dibacakan, Selasa (13/2).

Pasca reformasi, persoalan etika menjadi wacana yang banyak menginspirasi seniman untuk berkarya. Mulai dari isu demokrasi, keadilan sosial, HAM, hingga perubahan iklim kerap bermunculan melalui berbagai medium mulai dari kata-kata, kanvas, tulisan, instalasi, video, layar film, lirik lagu, hingga tubuh.

Kali ini, setelah 26 tahun setelah reformasi, isu-isu yang dulu diangkat pada masa Orde Baru (korupsi, kolusi, nepotisme) kembali bermunculan seiring dengan memburuknya indeks demokrasi dan persoalan etika. Namun, pelaku seni budaya saat ini merasa tersingkir dari medan sosial, politik, dan budaya masyarakat dan masygul terhadap kondisi sosial hari ini.

Maka dari itulah sekelompok seniman ini, melalui manifesto nya, mengingatkan publik – dan sesama seniman — agar tatkala elit politik dan oligarkinya menunjukkan kelicikan yang membahayakan demokrasi dan nalar generasi masa depan, kita harus menolak terlena di dalam gelembung kenyamanan fana yang mematikan rasa.

“Kematian perasaan adalah kesia-siaan bagi jiwa. Mata rasa pada keadilan, mata pada ketimpangan, mata pada kebenaran, mata pada kerusakan, menelikung kita bertahun, dan kita tidak bisa diam saja!” ucap mereka.

(Ki-Ka) Hanafi, Irwan Ahmett, Gita Hastarika, Dandi Madiya (Gatra/Hidayat Adhiningrat P.)

Irwan Ahmett, dalam diskusi setelah pembacaan manifesto, mengatakan bahwa dirinya khawatir seniman yang bergerak di dalam ranah sensibilitas, memainkan rasanya, menjadi mati rasa karena gagal memahami persoalan dan merespons permasalahan yang bersifat struktural. “Jadi manifesto atau ajakan ini adalah seruan untuk membangkitkan rasa dari kematiannya,” ucap Irwan.

Sementara itu, Hanafi mengingatkan bahwa karya-karya seniman tanpa keprihatinan hidup adalah omong kosong. “Saya pikir saya tidak membuat ruang yang seperti itu. Kami memberikan bukan hanya tempat tapi juga ruang untuk bangkit kembali,” katanya.

Adapun Dandi Madiya mengatakan bahwa dirinya secara pribadi meyakini masih banyak seniman di Indonesia yang masih melakukan reaksi dengan caranya masing-masing dalam merespons keadaan terkini, seperti Pemilu 2024. “Bagi saya, hari ini adalah sebuah kegelisahan bagi kita seniman sebagai bagian warga masyarakat harus merebut negara ini menjadi milik kita bersama,” katanya.

Secara lengkap, manifesto yang dibacakan para seniman di Studio Hanafi adalah sebagai berikut:

JANGAN MATI RASA, LAWAN!

Kami seniman dan pegiat seni budaya mengajak kekuatan utama kita sebagai manusia, sebagai warga negara, untuk berpikir kritis, mendalam, dan jernih. Menyaksikan dan merasakan apa yang sedang terjadi akhir-akhir ini yang telah menggali lubang duka dan hamparan dusta. Mari kembali temukan kebenaran yang berkeadilan bagi semua, seraya menyisir jalan agar tidak tersesat dan menawarkan cara berpikir yang berbeda untuk merumuskan kembali manusia dengan perlakuan setara dalam lingkungan alamnya.

Kami seniman dan pegiat seni budaya berkeinginan untuk merefleksikan kembali perubahan pada perasaan yang telah dimatikan oleh guncangan-guncangan yang menggelisahkan. Kita sebagai manusia pemilik kasih sayang, juga benci, kesedihan, kemurkaan, rasa malu, dan kebahagiaan. Namun, kematian perasaan adalah kesia-siaan bagi jiwa. Mata rasa pada keadilan, mata pada ketimpangan, mata pada kebenaran, mata pada kerusakan, menelikung kita bertahun, dan kita tidak bisa diam saja!

Kami seniman dan pegiat seni budaya memiliki kehendak untuk mendorong letupan jiwa pada katup-katup demokrasi dan sendi kehidupan yang tersumbat dengan segala upaya inspiratif yang mampu mewarnai dinamika budaya kritis tanpa pembungkaman.

Untuk itu kami mengajak semua pelaku dan pegiat seni budaya ikut menyebarkan seruan ini demi membangkitkan RASA dari kematian etika dan estetika secara serempak melalui "Serangan Fajart" pada 14 Februari 2024 sejak dini hari hingga waktu pencoblosan.

244