Home Gaya Hidup Menikmati Lukisan-lukisan dari Negeri 1001 Malam, Minus Aladdin

Menikmati Lukisan-lukisan dari Negeri 1001 Malam, Minus Aladdin

Yogyakarta, Gatra.com - Bentara Budaya Yogyakarta menampilkan sejumlah ilustrasi dari dongeng ‘Hikayat 1001 Malam’ dalam pameran bertajuk ‘Ali Baba’ yang dibuka pada Sabtu (24/4) petang. Gambar-gambar ini diambil dari buku langka dan komik-komik lawas yang memuat kisah dari Timur Tengah tersebut

Salah satu gambar menampilkan sepuluh pria yangtampak membawa buntalan besar. Meraka berada dalam gua gelap dengan pandangan khawatir dan curiga. Namun satu pria yang berdiri paling depan tampak paling percaya diri. Sambil tangan kiri berkacak pinggang, tangan kanan lelaki itu menuding ke depan ke arah pintu goa.

“Sezam, Buka Pintu uu...” demikian ucapan pria itu yang sekaligus menjadi keterangan judul gambar tersebut. Gambar ini mengilustrasikan penggalan dongeng Ali Baba dan Para Penyamun di Hikayat 1001 Malam. Ali Baba dikisahkan menemukan goa berisi harta rampokan para penyamun. Untuk membuka pintu goa itu, ia harus mengucapkan kata ‘sezam’.

Gambar ini karya Edmund Dulac, dalam buku Arabische Nachtvertelingen, karangan Laurence Housman. Keduanya merupakan orang Belanda. Buku terbitan 1907 ini tergolong langkakarena menjadi cetakan ke-464 dari 500 buku terbitan Warendorf, Amsterdam.

Mayoritas karya, yakni 22 gambar, di pameran ini merupakan karya Dulac. Empati lustrasi lain tentang Ali Baba diambil dari buku bahasa Jawa, ‘Petikan Dongeng Sewu Setunggal Dalu’, terbitan Bale Pustaka, 1933.

Kurator BBY Hermanu menjelaskan, Hikayat 1001 Malam lahir saat peradaban Islam, termasuk perdagangannya dengan Jalur Sutera, mengalami kejayaan pada abad ke-8. Untuk mengisi waktu luang, para pedagang lintas bangsa pun berbagi kisah-kisah negerinya.

Cerita tersebut lalu dikumpulkan oleh sastrawan Islam, Abu Abd-Allah Muhammed el Gashigar. Untuk merangkum semua cerita, ia mengarang kisah Sultah Shahryar yang menghukum mati permaisurinya, Shahrazad. Namun si permaisuri cerdik menunda eksekusi itu melalui dongeng-dongengnya pada raja selama 1001 malam.

Selain Ali Baba, hikayat ini juga memuat kisah Abu Nawas, Sinbad,Putri Persade, dan dongeng Istana Marmer. Di pameran ini, gambar Dulac juga melengkapi dongeng Hikayat Nelayan dan Jin, Hikayat Saudara Tiri yang Jahat, dan Hikayat Kuda Ajaib.

Namun pameran ‘Ali Baba’ justru tak memuat figur yang paling terkenal dalam Hikayat 1001 Malam dan bahkan telah dibuat ulang ke berbagai versi karya termasuk film Disnet yang barusan rilis: Aladdin.

Pemerhati budaya Yunantyo Sutyastomo menyampaikan dalam katalog pameran ini bahwa Aladdin, sesuai penelitian penerjemah Prancis, Antoine Galland, ternyata tak ditemukan di kisah asli 1001 Malam. Aladdin disebut berasal dari Cina.

“Aladdin tidak akan pernah ditemukan dalam kisah asli 1001 Malam. Industri film menjadikannya begitu terkenal di seluruh dunia dalam tuturan seolah-olah berkisah tentang Timur Tengah. Dalam penuturan Galland, Aladdin merupakan kisah pemuda miskin dari Tiongkok,” katanya.

Budayawan Sindhunata menyebut Hikayat 1001 Malam dan berbagai wujud seninya telah memukau siapapun. Meski bercerita di negeri Arab, kisahnya bisa ditulis, digambar, dan diterbitkan, oleh orang Belanda.

“Orang Barat bisa menggambar dengan sangat baik kisah Timur Tengah yang sama sekali berlainan, tidak mengenal dan menghayati budaya atau agama setempat. Ini bukti seni bisa mempersatukan dan bisa melampaui apapun,” ujarnya.

Menurutnya, pameran Ali Baba yang bernuansa Islami cocok digelar di bulan Ramadan ini sebagai wujud kebersamaan dan kerukunan. “Lupakan semua konflik di negeri ini yang tak kunjung habis. Ini tanda kecil bahwa kita sungguh ingin rukun dan damai,” ujar Sindhunata.

Selain Sindhunata, pameran juga dibuka oleh perupa Nasirun yang mengiringi kesenian hadroh Kanjeng Hidayatullah dan disusul buka puasa bersama. Pameran ‘Ali Baba’ berlangsung hingga 8 Juni 2019.

 

1252