Home Ekonomi Konsep Kota Bandara di Kulonprogo Buram, 3 Investor Mundur

Konsep Kota Bandara di Kulonprogo Buram, 3 Investor Mundur

Yogyakarta, Gatra.com - Kepala Dinas Perizinan dan Penanaman Modal (DPPM) Daerah Istimewa Yogyakarta Arief Hidayat mengakui pembangunan kawasan aerotropolis atau kota bandara di Kulonprogo tidak terkonsep dan terencana dengan baik. Dampaknya, investasi pembangunan di area sekitar Bandara Internasional Yogyakarta itu masih buram dan tiga investor asing pun mundur.

“Ada tiga faktor utama tidak terkonsep dan terencananya pembangunan aerotropolis. Pertama, soal integrasi rencana pembangunan antara kontraktor bandara yakni PT Angkasa Pura I dan Pemda DIY,” kata Arief, Rabu (21/8), usai memaparkan kinerja investasi semester I tahun 2019 di kantornya.

Kedua, kata dia, adanya keberagaman sosial, ekonomi, dan pendidikan di kawasan calon aerotropolis. Rencananya areopolis mengelilingi bandara dengan radius maksimal 15 kilometer dengan luas mencapai 3000 hektar.

Baca Juga: DPR: Pembangunan Akses ke Bandara Kulonprogo Lambat

Ketiga, peruntukan aerotropolis menjadi kawasan industri dinilai kurang tepat karena di sana banyak lahan pertanian. Lahan ini menopan ketahanan pangan dan usaha-usaha kecil menengah masyarakat DIY. Menurut Arief, pengembangan aerotropolis lebih tepat ke arah sebagai kota bisnis.

“Ketiga hal ini menjadikan kawasan aerotropolis masih buram untuk bisa kami tawarkan ke investor. Padahal sebelumnya investor dari Thailand, Australia, dan Singapura sudah sowan untuk menanamkam modal. Namun terkendala belum adanya kata sepakat untuk pengelolaan dari pemda dan pusat,” ujarnya.

Menurut Arief, Gubernur DIY sangat berharap investasi ke kawasan bandara tidak berupa padat modal seperti pembangunan hotel dan sarana pendukungnya. Namun investasi diarahkan ke usaha yang mampu memberdayakan masyarakat sekitar.

Baca Juga: Bandara Internasional Yogyakarta Rawan Likuefaksi

Lokasi bandara baru di DIY, Kabupaten Kulonprogo, memang menempati urutan pertama investasi pada semester I 2019 ini dengan nilai Rp1,61 milliar. Peringkat kedua Sleman senilai Rp337 milliar, dan ketiga Kota Yogyakarta Rp80,63 milliar.

“Bidang yang masih mendominasi adalah kontruksi sebanyak 76,2 persen, bidang hotel dan restoran 12,6 persen, dan sektor perdagangan 2,8 persen,” rinci Arief.

Selama enam bulan ini, realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) di DIY mencapai Rp2,10 triliun, sedangkan dari penanaman modal asing (PMA) Rp131,27 milliar. Nilai investasi ini menurun 65,39 persen atau senilai Rp6 triliun dibanding tahun lalu.

3306