Home Ekonomi Kementan: Urusan Pangan Harus Radikal, Ini Jawaban Mahasiswa

Kementan: Urusan Pangan Harus Radikal, Ini Jawaban Mahasiswa

Jakarta, Gatra.com - Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, menekankan bahwa para pemuda merupakan penerus pembangunan pertanian di Indonesia, sehingga mampu menjamin ketersediaan pangan secara nasional.

"Bicara mengenai pangan kita harus radikal dan revolusioner," tegasnya dalam Konsolidasi Nasional Mahasiswa Peduli Pertanian Indonesia di Kantor Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, Rabu (9/10).

Dedi mencontohkan, krisis pangan Uni Soviet pada akhir dekade 1980-an memicu terjadinya krisis moneter dan politik, sehingga negara kesatuan ini runtuh dan pecah menjad berbagai negara.

"Kata-kata Soekarno kemudian terbukti bahwa negara besar yang tidak mampu mengatasi persoalan pangannya akan runtuh," ujarnya.

Oleh karena itu, pihaknya berusaha memacu mekanisasi di bidang pertanian. Dedi menjelaskan, saat ini sudah ada traktor otomatis (tanpa awak), mesin penanam (trasplanter); dan mesin pemanen (harvester) yang memudahkan pemanenan dan penanaman. "Panen, olah tanah, kemudian tanam cuma satu hari," ungkapnya.

Bukan hanya itu, telah ada drone (pesawat tanpa awak) yang mampu menebarkan benih, pupuk, dan pestisida secara otomatis. "Dulu tanam 1 hekatare perlu 2 hari, dengan drone hanya setengah jam," katanya.

Dedi mengklaim bahwa mekanisasi mampu menghemat 60% biaya tenaga kerja, sehingga mampu meningkatkan daya saing dan produktivitas produk pertanian. Hebatnya, alat dan mesin pertanian tersebut sudah dapat dihasilkan oleh anak bangsa.

"Semuanya harus semangat, serius, dan mempersiapkan diri terjun di seluruh lini pembangunan pertanian nasional. Kalau Adinda sekalian tidak serius, tidak hebat, pabaliut [kacau balau], pertanian juga memble," selorohnya.

Sementara itu, perwakilan mahasiswa pertanian dari Institut Pertanian Bogor, Bhirawa Aninditya Wicaksana, mengatakan bahwa petani yang baru merasakan dampak dari modernisasi pertanian baru sebesar 42% berdasarkan survei mahasiswa pertanian dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

"Untuk apa kita memiliki banyak traktor dan inovasi jika petani belum mampu menggunakannya," kata dia.

Selain itu, pihaknya juga menemukan beberapa alat dan mesin pertanian yang dibagikan tidak sesuai di beberapa lokasi. Menurutnya, spesifikasi alat pertanian harus disesuaikan dengan daerah setempat.

"Pemerintah harus melakukan pemeriksaan berkelanjutan terkait efektivitas alat mesin pertanian terjadap kondisi riil lahan pertanian setiap daerah," ungkapnya.

249