Home Gaya Hidup Resensi Film Birds of Prey: Aksi Brutal Bandit Wanita Gotham

Resensi Film Birds of Prey: Aksi Brutal Bandit Wanita Gotham

Jakarta, Gatra.com – DC Extended Universe (DCEU) menghadirkan film kedelapan mereka. Ketika Suicide Squad digarap pada 2016, ide film tunggal sosok Harley Quinn sudah muncul. Setelah negosiasi panjang, studio Warner Bros. Pictures memutuskan menggarap cerita Quinn dan sejumlah bandit perempuan Kota Gotham dalam Birds of Prey (and the Fantabulous Emancipation of One Harley Quinn).

Film Suicide Squad berakhir dengan Harley Quinn (Margot Robbie) putus dari Joker. Awalnya Quinn enggan move-on, sebab statusnya sebagai kekasih Joker membuat para penjahat dan polisi di Gotham tak berani menyentuhnya. Pada satu titik, Quinn merasa dia harus bangkit dan membuktikan diri bahwa bandit jagoan yang asli adalah dirinya. Bertekad lepas dari bayang-bayang Joker, Quinn mendeklarasikan pada dunia bahwa dia sungguh-sungguh telah berpisah dari Mr. J.

Kekhawatiran Quinn terbukti. Tak hanya bandit kelas teri, bahkan penjahat paling narsis yang menamai dirinya Black Mask, Roman Sionis (Ewan McGregor), semua hendak membalas tingkah jahat Quinn atas mereka. Tangan kanannya, Victor Zsasz (Chris Messina) dan penyanyi yang naik pangkat jadi supir pribadi Sionis, Black Canary (Jurnee Smollett-Bell) juga terlibat. Makin rumit dengan kehadiran Detektif dari Gotham City Police Department (GCPD), Renee Montoya (Rosie Perez) dan penjahat tak dikenal yang menyebut dirinya Huntress (Mary Elizabeth Winstead).

Sekali waktu, Sionis kehilangan berlian penting. Berlian itu diketahui dicuri oleh pencopet remaja, Cassandra Cain (Ella Jay Basco). Sionis berjanji akan mengampuni Quinn jika dia berhasil mendapatkan berlian yang hilang. Namun karena tak percaya pada Quinn, Sionis memutuskan menawarkan uang bagi siapa pun yang sukses dengan misi berlian itu. Alhasil, semua penjahat Gotham berlomba-lomba mengejar Cass.

Geng “Burung Pemangsa” (Birds of Prey) yang digambarkan dalam film ini ternyata tak beranggotakan Quinn. Tak heran ada judul tambahan, Emansipasi Terbaik dari Sang Harley Quinn (the Fantabulous Emancipation of One Harley Quinn). Pasalnya, dalam narasi yang disuarakan oleh Quinn, dia bercerita bagaimana dia berperan penting dalam kehidupan masing-masing karakter perempuan yang muncul.

Dalam komik, Barbara Gordon adalah salah satu pendiri geng Birds of Prey. Baik saat masih menjadi karakter Oracle atau setelah jadi Batgirl dalam versi komik New 52. Walau Gordon tak muncul di film ini, tapi Cassandra Cain yang juga sempat menjadi Batgirl, terlihat muncul.

Saat pertama kali karakternya diperkenalkan di Suicide Squad, kostum Harley Quinn menggambarkannya sebagai sosok yang sensual. Di film ini, Robbie selaku produser bersama sutradara dan penulis naskah yang juga perempuan memutuskan mengganti citra tersebut. Alhasil, mereka mengubah kostum Quinn menjadi sedikit lebih panjang.

Sejak awal pula Robbie berencana film ini masuk klasifikasi R (restricted). Dengan kata lain, penonton berusia di bawah 17 tahun harus ditemani orang dewasa. Orang tua diminta mempelajari lebih lanjut perihal film ini sebelum mengajak anak-anak menonton bersama. Catatan yang sangat wajib diperhatikan sebab memang ada banyak adegan brutal di Birds of Prey. Mengingat geng perempuan itu menggunakan senjata jarak dekat, semisal tongkat baseball yang terbuat dari besi, palu, juga knuckle krakling tinju besi.

Sesungguhnya definisi emansipasi tak perlu dangkal sebatas melakukan aksi kekerasan hanya agar dihormati oleh kaum lelaki. Pemilihan tindakan-tindakan bengis justru mereduksi kemampuan luar biasa para perempuan itu. Keputusan yang agak cetek jika dibandingkan kemampuan intelektual Dr. Harleen Frances Quinzel yang aslinya menyandang gelar doktor psikologi.

Meski banyak adegan baku hantam, film ini cenderung membosankan. Ceritanya sangat biasa. Memang tak bisa dipungkiri, adegan saat Quinn berdialog terlihat cemerlang. Wajar saja, sebab Robbie sudah melakukan riset dan latihan ekstensif sebelum memulai Suicide Squad. Tapi di luar itu, ceritanya berjalan datar. Sutradara Cathy Yann dan penulis skenario Christina Hodson tak bisa memaksimalkan cast yang ada. Sebagai perempuan berdarah Asia pertama yang menyutradarai film superheroes, Birds of Prey adalah film panjang kedua Yann. Sementara Hodson sebelumnya juga baru menggarap tiga film panjang, termasuk Bumblebee (2018).

Poin yang layak dipuji di sini adalah production design mereka. Pemilihan lokasi sirkus sebagai tempat pertarungan akhir sangat sesuai dengan karakter Quinn yang tak jauh beda dengan Joker. Tampilan luar penuh warna, terlihat kerap tertawa, padahal emosinya gelap tak terkira. Robbie sendiri mengenakan 13 kostum berbeda warna-warni agar senada dengan judul film yang juga terkesan meriah.

Beredar rumor bahwa Birds of Prey akan menjadi film pertama dari sebuah trilogi. Film kedua dan ketiga dikabarkan berjudul Gotham City Sirens dan Birds of Prey vs Gotham City Sirens.

Film ini tayang di bioskop seluruh Indonesia mulai hari ini, Rabu (5/2). Dua hari lebih awal dari jadwal pemutaran di Amerika Serikat yang direncanakan mulai Jumat (7/2).

 

 

1379