Home Ekonomi Karet Komoditi Penting yang Kini Terancam Sawit

Karet Komoditi Penting yang Kini Terancam Sawit

Pekanbaru, Gatra.com - Jika kehadiran mobil listrik seperti Tesla membuat risih pelaku industri energi, tidak demikian dengan sektor industri karet. Ya,karet merupakan komponen penting dalam industri otomotif. Komoditi ini memainkan peran penting sebagai bahan baku hampir untuk semua item industri otomotif, mulai dari ban, bodi, jok hingga lingkar kemudi.

Selain itu, pandemi Covid-19 yang sejatinya melesukan sebagian besar industri, justru memberi berkah bagi industri karet. Komoditi ini hadir sebagai bahan baku masker, alat perlindungan diri tenaga medis, hingga sejumlah item peralatan kesehatan lainya.

Mengutip BBC, kebutuhan karet alam untuk skala global mencapai 20 juta ton pertahun.Dibalik pentingnya peran karet bagi industri, nyatanya komoditi ini justru sedang berhadapan dengan penyusutan produksi, khususnya karet alam. Saat ini komoditi karet alam tengah bergantung kepada kesetiaan para petani untuk menggarapnya.

Di salah satu daerah sentra karet Indonesia, Riau, saat ini petani karet harus berhadapan dengan tingginya godaan kebun sawit. Faktanya di sentra penghasil karet di Riau, Kabupaten Kuansing, luasan kebun karet telah disalip kebun sawit.

Kepada Gatra.com Wakil Bupati Kabupaten Kuansing terpilih, Suhardiman Amby, menyebut mengecilnya luasan kebun karet di Kuansing cukup menganggu. Sebab warga setempat sudah lama menggantungkan hidup pada tanaman yang disadap tersebut.

Sebut Suhardiman pamor sawit saat ini begitu kentara di Kuansing. Ini terlihat dari luasan kebun sawit yang mencapai  angka 294.000 ribu hektare. Industri kelapa sawit kian lengkap dengan hadirnya 26 pabrik kelapa sawit.

"Sementara luasan kebun karet kini tinggal 13.800 hektare, dari yang dulu menembus angka 100 ribu hektare. Dan itu pun tidak disokong oleh kehadiran industri hilir karet," ungkapnya kepada Gatra.com, di Pekanbaru Selasa (27/4) .

Dikatakan Suhardiman, menciutnya luasan kebun karet tersebut umumnya dipengaruhi keputusan petani karet beralih ke tanaman lainya, terutama kelapa sawit.

Ia mengatakan seretnya minat masyarakat pada budidaya karet, sangat dipengaruhi oleh iklim usaha karet itu sendiri. Dimana para petani nyaris mengolah tanaman itu secara swadaya, dan hanya bisa menjual dalam bentuk mentah.

"Sementara di spektrum yang lain, pembudidaya kelapa sawit dapat melakukan mitra dengan perusahaan, artinya ada sebagian beban yang dipikul perusahaan. Sedangkan pembudidaya karet harus mengurusnya sendirian, sehingga jika harga karet jatuh, tanggung resikonya juga sendirian,"urainya.

Perkara inilah yang membuat petani karet di Kuansing mesti putar otak jika ingin terus menekuni tanaman tersebut. Belakangan sebagian petani karet Kuansing mencoba membaur dalam Asosiasi Petani Karet Kuansing (Apkarkusi).

Melalui organisasi ini, petani karet Kuansing bisa terbantu memetik hasil panen. Dalam asosiasi ini petani dapat menjual bahan olahan karet melalui mekanisme lelang pada minggu malam. Hasil jualnya lebih mahal ketimbang menjual olahan karet ke tengkulak.

Sebagai gambaran, pada Senin (26/4) melalui Apkakursi petani bisa menjual olahan karet seharga Rp12.000 per kilogram. Jika langsung ke tengkulak olahan karet bisa dihargai Rp8.000 per kilogram.

Terlepas dari adanya upaya petani karet Kuansing untuk bertahan, nyatanya komoditi karet kurang mendapat tempat dalam ekspor Riau. Ini dibuktikan dengan tidak masuknya karet olahan dalam daftar 10 besar komoditi ekspor Riau.

Selain itu memudarnya pamor karet di Riau juga tercermin dari sepinya minat pemerintah daerah membantu petani karet melakukan replanting. Situasi ini berbeda dengan kelapa sawit, dimana pemerintah daerah dapat mengandalkan dana negara (APBN) untuk melakukan peremajaan kelapa sawit, yang pada tahun 2021 dijatah Rp30 juta per hektare.

Terkait perlakuan berbeda tersebut, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Zulfadli, hingga berita ini diturunkan belum memberikan penjelasan.

Sebagai informasi, berdasarkan data Kementrian Pertanian, Riau termasuk lima besar daerah produksi karet di Indonesia. Pada tahun 2018 jumlah produksi Karet Riau mencapai 368 ribu ton.


 

941