Home Gaya Hidup Revisi Zonasi TNBD: Perpaduan Konsep Taman Nasional dan Ruang Adat Orang Rimba

Revisi Zonasi TNBD: Perpaduan Konsep Taman Nasional dan Ruang Adat Orang Rimba

Sarolangun, Gatra.com – Kelompok Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi, kini boleh gembira. Perjuangan mereka bertahun-tahun dengan beberapa lembaga akhirnya disetujui oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 20 Mei 2019. 

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Ir. Wiratno, M.Sc mengeluarkan SK. Nomor 191/KSDAE/PIKA/KSA.0/5/2019 tentang Zona Ruang Adat Pengelolaan Taman Nasional Bukit Duabelas, Kabupaten Tebo, Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.

"Dengan ditetapkannya keputusan Dirjen KSDAE ini, maka keputusan Dirjen PHKA No. SK.22/IV-KKBHL/2015 tanggal 27 Januari 2015 tentang Zonasi TNBD dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi," kata Edi Zuhdi, Direktur Yayasan Cappa Keadilan Ekologi Jambi -- salah satu lembaga pendamping orang rimba dalam pelaksanaan program tersebut—ketika dikonfirmasi Gatra.com, Selasa (21/5) sore.

Ia mengatakan, sebelumnya Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 258/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000, dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 4196/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 10 Juni 2014 ditetapkan Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas seluas 54.780,41 ha, yang berada di tiga kabupaten: Kabupaten Tebo, Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.

Setelah keluar SK penetapan, pada tahun 2015 Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam menetapkan kembali Zonasi Taman Nasional Bukit Duabelas dengan Nomor SK.22/IV-KKBHL/2015 tertanggal 27 Januari 2015.

"Maka zonasi ini diatur kembali pembagiannya, untuk mengatur ruang hidup orang rimba yang ada di sana. Selain sebagai tempat hidup dan penghidupan Suku Anak Dalam (SAD) atau Orang Rimba, salah satu tujuan khusus penunjukan kawasan TNBD juga adalah melindungi dan melestarikan serta mengembangkan tanaman obat-obatan yang merupakan sumber daya penghidupan Orang Rimba/SAD," katanya.

Tidak Mengakomodir Orang Rimba

Ia menyebut, perubahan status wilayah Bukit 12 menjadi Taman Nasional pada tahun 2000 bukannya menjadi suatu yang baik bagi orang rimba. Karena sistem zonasi yang akan diterapkan tidak mengakomodir sepenuhnya adat istiadat dan kebutuhan orang rimba di wilayah Taman Nasional Bukit Duabelas.

"Karena dalam bertahan hidup, orang rimba terbiasa berladang dan berburu seperti yang sudah diwariskan oleh nenek moyang mereka, dan ada istilah yang biasa dikenal dalam istilah mereka, yaitu Hutan Tano Nenek Puyang Urang Rimba," ujarnya.

Dengan ragam permasalahan orang rimba tersebut, Yayasan Cappa Keadilan Ekologi Jambi melakukan pendampingan untuk mendapatkan pengakuan wilayah ruang hidup mereka.

Persamaan Persepsi

Proses yang dilakukan CAPPA bersama Orang Rimba Makekal Hulu sudah berjalan sejak tahun 2010, mulai dari pemetaan wilayah jelajah, identifikasi wilayah makekal hulu, mendorong adanya pengakuan hak dan wilayah Orang Rimba makekal Hulu Bukit Duabelas.

"Makanya, untuk mendapatkan pengakuan tersebut, perlu adanya persamaan persepsi para pihak antara Orang Rimba, Balai TNBD, SOKOLA dan yayasan CAPPA terkait ruang hidup orang rimba atau dengan istilah Zonasi yang selama ini dipakai oleh Balai TNBD. Karena Orang Rimba berharap Zonasi TNBD tersebut dimungkinkan untuk direvisi sesuai dengan kebutuhan hidup Orang Rimba yang dilakukan secara partisipatif," kata Edi.

Selain itu, ia menjelaskan, proses yang dilakukan Yayasan CAPPA bersama Orang Rimba Makekal Hulu selama beberapa tahun untuk menuntut hak dan wilayah orang rimba bisa berjalan sejauh ini karena didukung oleh para pihak yang bersama sama dengan melakukan pertemuan konsolidasi dan konsultasi dalam rangka mencari konsep pengelolaan TNBD yang memadukan ruang adat sistem zonasi. Pertemuan ini dihadiri oleh para pihak terkait. 

"Dan berdasarkan deklarasi saat itu tentang kesepakatan Besamo Pengelolaan Taman Nasional Bukit Duabelas/Hutan Tano Nenek Puyang Urang Rimba Menyamoko Aturan Adat Urang Rimba/Suku Anak Dalam dengan Aturan Taman Nasional, Deklarasi yang dilakukan ini dihadiri oleh 13 ketemenggungan yang berada di Taman Nasional Bukit Duabelas, Kepala Balai TNBD, Yayasan CAPPA, SOKOLA, Kelompok Makekal Bersatu, Warsi, Dirjen KSDAE dan Bupati Sarolangun," kata Edi lagi.

778