Home Politik Ditumpangi Kelompok Konservatif, MUI Diminta Tindak Anggota

Ditumpangi Kelompok Konservatif, MUI Diminta Tindak Anggota

 

Jakarta, Gatra.com - Ketua Rumah Perdamaian Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia (SKSG UI) Sya'roni Rofi'i menuturkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) ditumpangi oleh kelompok konservatif sebab kerap mengganggu kondusifitas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.

"MUI menjadi tumpangan kelompok konservatif, yang moderat tidak bersuara, yang konservatif berisik. Padahal MUI punya mekanisme ketat di dalamnya," kata Sya'roni dalam peluncuran Laporan kemerdekaan beragama/berkeyakinan (KBB) oleh Wahid Foundation di Gedung IASTH UI, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (5/9).

Berdasarkan laporan Wahid Foundation, MUI di daerah beberapa kali melakukan pelanggaran. Salah satunya menganggu kemerdekaan beragama dan berkeyakinan pada 2018.  Di laporan yang sama, MUI juga tidak tercatat melakukan tindakan baik yang mendukung kemerdekaan beragama dan berkeyakinan.

"Sejauh ini, data yang kita terima tidak menunjukkan itu [tindakan baik mendukung KBB]. Kalau kita lihat tadi aktor yang lebih banyak itu MUI daerah. Saran kami, MUI menjalankan fungsi yang lebih optimal, untuk kebaikan bersama kehidupan beragama di Indonesia," ujar Direktur Eksekutif Wahid Foundation Mujtaba Hamdi saat dikonfirmasi Gatra.com.

Kendati demikian, Mujtaba mengakui, fatwa yang dikeluarkan MUI beragam. Ada yang mendukung harmonisasi kehidupan antarumat beragama di Indonesia. Namun, ia menyarankan kepada MUI, untuk mengurangi mobilisasi propaganda kebencian. Terutama yang mengakibatkan tindakan aktor lain. Selain itu, mengimbau agar menertibkan anggotanya. 

"Untuk mengurangi mobilisasi propaganda kebencian, kami rasa MUI punya kewenangan mendisiplinkan anggotanya. Menstimulasi tindakan yang melanggar kemerdekaan beragama dan berkeyakinan," kata Mujtaba.

Senada dengan Mujtaba, Sya'roni meminta, MUI sebagai payung umat Islam, agar lebih ketat menyaring ulama yang duduk di MUI. 

"MUI perlu melakukan penyaringan terhadap ulama. Menjadi mujtahid itu syaratnya banyak. Ada pengurus MUI tidak bisa nahwu sharaf tetapi sangat berisik di Twitter. Harus ada penyaringan agar ijtihad yang dikeluarkan MUI jadi kebaikan untuk umat dan bangsa," kata Sya'roni.

 

2875