Home Ekonomi Kelas Pintar Serba Digital

Kelas Pintar Serba Digital

Jakarta, GATRAReview.com - Kecanggihan teknologi mulai diterapkan dalam perkuliahan. Ada smart classroom, perkuliahan bertumpu pada Internet of Things.


Mungkinkah sebuah kelas diampu oleh seorang dosen di Jakarta, tapi dihadiri oleh mahasiswa yang berada di kota lain? Mungkin saja. Bahkan tidak cuma satu kota saja. Mahasiswa yang berada di tiga kota sekaligus bisa “menghadiri” kelas spesial tersebut. Namanya smart classroom (kelas pintar), yang kini mulai dikembangkan Universitas Bina Nusantara (Binus).

Smart classroom sangat bertumpu pada teknologi, terutama konsep internet of things. Sekadar penjelasan, internet of things (IoT) adalah konsep di mana berbagai perlengkapan dihubungkan dalam jaringan internet hingga terjadi interkoneksi secara konstan.

Di Binus, contoh penerapan konsep ini misalnya dalam salah satu mata kuliah teknik informatika. Dalam kelas itu, seorang dosen di Jakarta bisa mengajar tiga kelompok mahasiswa Binus yang berada di empat kota berbeda, yaitu di Binus Jakarta, Binus Bekasi, Binus Bandung, dan Binus Malang.

Model kelas seperti ini tentu saja membutuhkan banyak peralatan yang terkoneksi dengan internet, hingga bisa melakukan teleconferemce dengan mahasiswa di kota lain secara realtime. “Internet of things itu connect ke semua kampus Binus, hingga mahasiswa [Binus] di Malang bisa ikut,” kata Dr. Elidjen, SKom, Knowledge Management & Innovation Director Universitas Binus, kepada Muhammad Guruh Nuary dari GATRA.

Saat ini kelas pintar di Binus diterapkan antara lain untuk mata kuliah yang terkait dengan multimedia, gim, atau mobile software engineering. Dalam kelas canggih ini bukan hanya komputer yang terkoneksi dengan internet, tapi berbagai peralatan lain seperti printer dan kamera. Kelas ini bahkan juga sudah menggunakan drone dan robot.

Status kelas internet of things saat ini memang masih dalam tahap uji coba. Elidjen menjelaskan, kelas ini akan resmi dimulai pada September mendatang. Binus Jakarta menjadi semacam pilot project dengan mengadakan trial ini. “Nanti setelah ini berhasil, akan dikloning di semua kampus Binus,” ia menjelaskan.

 

Binus-ardi
Gedung Binus University (GATRA/Ardi Widi Yansah/ft)

Apa sebenarnya inti dari smart class? Apakah hanya teknologi? Tentu tidak. Elidjen menjelaskan bahwa dalam smart class yang terutama adalah dosen lebih menjalankan fungsi sebagai fasilitator, sementara mahasiswa aktif berdiskusi.

Sepintas gagasan dosen sebagai fasilitator memang terlihat biasa. Tapi bila menyaksikan model smart classroom, akan terlihat adanya perbedaan konsep “fasilitator” dalam kelas pintar dibandingkan dengan kelas konvensional.

Kesadaran akan ruang adalah salah satu contoh. Di kelas konvensional, dosen biasanya berada di depan, dengan papan tulis yang juga berada di depan mahasiswa. Tapi dalam konsep smart classroom,konsep “papan tulis” itu sendiri berubah.

Ini karena dinding dalam kelas pintar bukan dinding biasa, melainkan dinding yang bisa dicorat-coret. Bahkan meja dan kursi pun bisa dicorat-coret, karena terbuat dari penampang yang bisa menangkap sensor digital.

Karena itu, dalam kelas pintar, mahasiswa biasanya duduk membentuk kelompok, berdiskusi, sementara dosen terus berkeliling dan memberikan materi perkuliahan. Bagi mahasiswa di luar kota, pergerakan dosen juga terus terpantau karena ada kamera robot (drone) yang terus mengikuti dosen dan menyiarkan ke tiga layar televisi di kelas.

eldijn-ardi
Elidjen (GATRA/Ardi Widi Yansah/ft)

Menurut Elidjen, yang terpenting dari kelas pintar ini adalah adanya kolaborasi antar-siswa dalam perkuliahan. Karena itu desain ruangan, jumlah maksimum mahasiswa, serta tata letak meja dan kursi jadi penting. Dalam trial yang diadakan di Binus Jakarta, satu kelas direncakan maksimum diisi sampai 40 orang. “Harus ada trial dulu, biar bisa kita evaluasi seperti apa kolaborasinya,” katanya.

Tapi Elidjen tampak optimistis. Pasalnya, sebelum meluncurkan kelas pintar, Binus sudah memiliki konsep kelas kreatif sejak 2014. Kelas kreatif adalah kelas yang pengajarannya memancing mahasiswa untuk berpikir kreatif. Elidjen mencontohkan bagaimana ketika ada tugas untuk mempelajari bisnis era digital berupa penyewaan power bank, mahasiswa pun belajar di kantin yang kebetulan memang dipasangi power bank station.

Menurut Elidjen, kelas pintar bisa dibilang merupakan versi upgrade dari kelas kreatif. “Bedanya di media kolaborasinya. Meja dan dindingnya bisa ditulisi, dan terkoneksi dengan kelas di kota lain,” katanya.

Sejauh ini banyak respons positif dari mahasiswa yang mengikuti program trial tersebut. Salah satunya, Noptovius Halimawan, mahasiswa Binus program master jurusan teknik informatika. Noptovius menjelaskan bahwa dirinya sangat senang mengikuti trial tersebut. Ia mengikuti trial dalam mata kuliah tentang software pengendali drone. “Seru, itu alat-alatnya lengkap. Meja dan temboknya bisa kita tulisin, dan dosen juga tidak diam, bakal keliling ngeliatin hasil kerja kita,” katanya. 


Basfin Siregar

1587