Home Politik RUU Pertanahan Tidak Lebih Maju dari Reforma Agraria

RUU Pertanahan Tidak Lebih Maju dari Reforma Agraria

Palembang, Gatra.com – Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan yang sebelumnya juga masuk dalam rencana pengesahan oleh DPR RI dinilai tidak lebih maju dibandingkan payung hukum reforma agraria, Perpres nomor 86 tahun 2018.

Kebut-kebutan pengesahan rancangan UU tersebut tidak memperhatikan UU nomor 12 tahun 2011 mengenai peraturan perundangan berdasarkan azas pembentukan dan perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan seperti kejelasan tujuan, rumusan, keterbukaan, aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat. “Rencana itu tidak lebih maju dari Perpres nomor 86 tahun 2018, Reforma Agraria,”ujar Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumsel, Rustandi Adriansyah, Selasa (24/9).

baca juga : https://www.gatra.com/detail/news/446973/politik/-hari-tani-kpa-pertanyakan-gugus-reforma-agraria-di-sumsel

Dikatakan dia, RUU Pertanahan telah menyimpang dari amanat UU 1945 dan UU PA yang menyatakan semangat sosialisme Indonesia, redistribusi tanah guna menjawab ketimpangan penguasaan agraria guna kemakmuran bangsa dan kesejahteraan masyarakat. “UU ini tidak memperlihatkan adanya peran negara dalam proses penguatan, pemberdayaan dan pengakuan terhadap adat. Negara pasif menunggu masyarakat memperjuangkan eksistensi keberadaannya,” ujarnya dalam konfrensi pers Koalisi Masyarakat Sipil menyikapi RUU Pertanahan, Selasa (24/9).

Kajian RUU Pertanahan yang dilakukan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sumsel, AMAN Sumsel, SP Palembang, LP3HAM yang menyatakan masih banyak persoalan substansi dalam UU tersebut yang bertolak belakang dengan semangat reformasi agraria serta pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam.

Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, M Hairul Sobri menilai RUU Pertanahan tidak menjawab permasalahan lingkungan yang bermuara kepada konflik agraria yang selama ini terjadi. Bencana ekologis membutuhkan mekanisme penyelesaian dari hulu ke hilir. Negara malah memfasilitasi korporasi skala besar melalui Hak Guna Usaha (HGU) sebagai akar permasalahan yang seharusnya terdapat batasan yang mengaturnya.

“Hal-hal tersebut tidak terdapat di rancangan UU tersebut, yang dilakukan negara cendrung mengancam masyrakat lokal yang menjadikan tanah sebagai sumber penghidupan seperti halnya masyarakat petani,”ungkapnya.

 

 

204