Home Politik YLBHI: 51 Masyarakat Adat Kena Kriminalisasi Negara

YLBHI: 51 Masyarakat Adat Kena Kriminalisasi Negara

Jakarta, Gatra.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut sepanjang Januari hingga Desember 2019 per hari ini, sebanyak 51 masyarakat adat telah dikriminalisasi negara. "Hingga hari ini dari Januari 2019, dari yang terpantau, sebagian besar masyarakat adat dikriminalisasi karena perladangan lokal, dan penyebab dari kebakaran hutan dan lahan," kata Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI Siti Rakhma Mary Herwati, Senin (9/12).

Siti menuturkan di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah sebanyak dua orang dikriminalisasi karena membakar lahan, lalu 11 orang yang merupakan suku anak dalam Jambi dituduh merusak dan menganiaya lingkungan sebagaimana dalam Pasal 17 pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). "Kemudian 27 masyarakat adat Wawonii Sulawesi Tenggara yang menolak aktivitas tambang terjerat pasal 333 KUHP, enam orang peladang Sintang Kalimantan Barat terkena UU tentang lingkungan Hidup dan UU Perkebunan," katanya.

Selanjutnya, dua orang masyarakat adat Tano Batak dituduh aniaya karyawan PT TPL. Lalu, dua orang masyarakat adat di Ketapang, Sumba, NTT dijerat karena pencemaran nama baik dan sisanya masyarakat Muara Teweh Kalimantan Tengah akibat pembakaran ladang.

Sejauh ini, kata Rahma, untuk kasus di Kalimantan, telah ada pendampingan dari YLBHI bersama dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Sementara di Jambi, katanya, ditangani langsung oleh pihak YLBHI. "Yang lain bersama dengan AMAN dan juga Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Padahal sebenarnya undang-undang yang digunakan oleh Negara seperti UU 18 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan untuk masyarakat adat tidak pernah diberlakukan pada perusahaan yang sesungguhnya merusak lingkungan," tuturnya.

Mengenai perkembangan dari kasus tersebut, Rahma mengatakan sudah ada yang disidangkan dan penyelidikan. Tetapi, lanjutnya, belum ada yang diputus secara pidana.

218