Home Politik Ribuan Warga Cilacap Kehilangan Tanah Pasca DI/TII dan G30S

Ribuan Warga Cilacap Kehilangan Tanah Pasca DI/TII dan G30S

Cilacap, Gatra.com – Ribuan warga desa di Cilacap, Jawa Tengah kehilangan tanah dan terusir dari desanya akibat dipaksa bedol desa pascapemberontakan DI/TII dan peristiwa G30S/PKI 1965.

Ketua Presidium Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Serikat Tani Mandiri (Stam) Cilacap, Petrus Sugeng mengatakan, mereka dipaksa mengosongkan desa oleh aparat keamananan dengan dalih pengamanan. Lantas, mereka direlokasi ke satu tempat baru yang disebut sebagai tukar guling.

Akan tetapi, hingga saat ini banyak di antara mereka yang tak memiliki sertifikat atau bukti tanah lainnya. Pasalnya, tanah yang ditempati sekarang masih tanpa status. “Kalau tukar guling, tukar gulingnya mana. Sampai sekarang itu masih fiktif,” kata Sugeng.

Dia mencontohkan, dari desa-desa yang warganya dipaksa bedol desa itu, beberapa di antaranya ada di Kecamatan Kawunganten. Yakni, Desa Bringkeng dan Grugu. Hingga saat ini, ada sebutan Bringkeng baru dan Grugu baru. Sebaliknya, di kawasan lainnya, disebut Grugu lama dan Bringkeng lama. “Grugu baru dan Bringkeng baru itu tadinya adalah kawasan sedimentasi. Daerah bawah. Nah, Grugu lama dan Bringkeng lama itu adalah desa yang dikosongkan,” ungkapnya.

Dia mengemukakan, kini warga kembali menuntut agar tanahnya dikembalikan. Menurut dia, reforma agraria dengan skema redistribusi tanah adalah jalan terbaik.

Dia mengklaim, warga yang tergabung dalam organisasi tani lokal (OTL) memiliki bukti fisik dan nonfisik kepemilikan ribuan hektare lahan lahan. Bukti fisik dimaksud antara lain, petok tanah (surat tanah yang ditandatangani lurah pada masa lalu-red).

Selain itu, di tengah kawasan hutan yang dulunya bekas desa juga masih ditemukan bekas sumur, pondasi musala, genteng rumah, dan pemakaman umum. Selain itu, bukti lainnya adalah saksi hidup yang menyaksikan dan menjadi korban peristiwa pengusiran warga dari tanahnya.

Sugeng mengemukakan, korban pengusiran telah melakukan beberapa kali audiensi dengan Badan Pertanahan Nasional, bupati dan gubernur, DPRD dan DPR RI. Namun, hingga kini, dari sekitar delapan ribu tanah sengketa, baru 400 hektare yang dikembalikan kepada warga melalui program redistribusi tanah.

1101