Home Ekonomi Kajian INDEF: Sebanyak 68 Persen Harapkan Lockdown

Kajian INDEF: Sebanyak 68 Persen Harapkan Lockdown

Jakarta, Gatra.com- Berdasarkan hasil penelitian INDEF, sekitar 68% masyarakat berharap diberlakukan lockdown. "Sebanyak 68% itu mereka setuju lockdown untuk membatasi penularan. Tetapi harapan ini tidak dijawab oleh pemerintah. Bahkan pemerintah itu simpang siur ya," kata Ekonom Senior INDEF, Didik Rachbini di Jakarta, Minggu (5/4).

Harapan masyarakat, lanjut Didik, malah dipolitisasi. Kelompok masyarakat setuju pemberlakuan lockdown, namun malah disebut kubu oposisi yang tidak pro pemerintah.

"Seperti guru besar kesehatan UI (Universitas Indonesia) itu menyarankan kepada pemerintah agar melakukan lockdown. Tapi dibantah oleh rektor UI karena itu dianggap oposisi, dianggap bukan kelompoknya. Sementara rektor UI itu menganggap bahwa ini juga kelompok," jelasnya.

Akibatnya, pemerintah malah kehilangan kepercayaan publik dalam menangani pandemi COVID-19 ini. Dari 145.000 percakapan oleh 135 akun di sosial media yang menjadi objek penelitian, 66,3% di antaranya memiliki sentimen negatif.

Berbeda dengan kondisi di Korea Selatan dimana masyarakat mendukung kebijakan pemerintahnya. "Menteri luar negeri Korea yang menyampaikan keberhasilan negaranya mengatasi COVID-19 karena dukungan kepercayaan rakyat. Tanpa kepercayaan rakyat, tidak mungkin bisa menyelesaikan masalah COVID-19 ini. Sementara dukungan masyarakat terhadap pemerintah di Indonesia, sentimennya itu negatif. Hanya 33,7% sentimen positif," jelasnya.

Oleh karenanya, Didik menyarankan agar pemerintah berupaya meningkatkan sentimen positif masyarakat di tengah pandemi COVID-19 ini. Caranya, pemerintah harus benar-benar jujur, transparan, dan tidak menganggap remeh masalah.

"Sebagai contoh, Presiden Jokowi pada awal bulan Maret, mengatakan akan memberikan insentif pada tenaga kerja Rp10 triliun. Lalu tiga hari kemudian Sri Mulyani bilang Rp19 triliun, lalu Rp20 triliun. Jadi dicicil seperti tidak memahami masalah luasnya COVID-19 ini. Baru setelah dikritik habis-habisan baru dikeluarkan Rp405 triliun," ucapnya.

362