Home Ekonomi Wamendes: BUMDes yang Tak Jelas, Buat Susah Kerjasama

Wamendes: BUMDes yang Tak Jelas, Buat Susah Kerjasama

Jakarta, Gatra.com - Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Wamendes PDTT) Budi Arie mengatakan, kendala terbesar pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) berasal dari ketidakjelasan status badan hukum dari BUMDes itu sendiri.

Hal itu disampaikannya dalam Webinar Bakti BUMN Bangun UMKM Pedesaan Pasca Covid-19, di Jakarta, Sabtu (25/7).

Dengan ketidakjelasan status hukum BUMDes, membuat badan usaha desa itu sulit untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. Seperti misalnya pengusaha atau pemilik modal yang lebih besar.

"Memang saat ini status hukum BUMDes masih menjadi sebuah pertanyaan. karena di sistem perdagangan, BUMDes belum mendapat tempat," kata dia.

Selain itu, dengan ketidakjelasan statusnya, hingga saat ini BUMDes juga masih sulit untuk mendapat pinjaman kredit dan modal dari perbankan. "Beda dengan CV, PT, atau koperasi, yang sebagai sebuah badan hukun sudah menjadi common practice di Indonesia," imbuh dia.

Padahal, di dalam BUMDes banyak terdapat UMKM-UMKM desa, yang mana sangat membutuhkan pinjaman modal untuk kelangsungan usahanya. Terlebih di masa pandemi Covid-19 ini.

Itu lah yang kemudian membuat BUMDes membuat konsolidasi antara satu BUMDes dengan BUMDes lain dari berbagai desa. "Untuk memenuhi skala ekonomi (permodalan) BUMDes dan masyarakat desa," imbuh Budi.

Biasanya, dalam kerjasama BUMDes itu, terdapat 5 hingga 10 BUMDes yang bergabung menjadi satu. Menurut data Kemendes PDTT, hingga tahun 2018 sudah ada 7.723 desa yang menerapkan strategi itu.

Adapun hingga tahun 2019, jumlah UMKM yang tergabung di dalam BUMDEs ada sekitar 1.596.071 unit, yabg tersebar di 34 provinsi di Indonesia. "Dan yang terbanyak di jateng dengan 363.160 unit BUMDes, koperasi, dan UMKM desa," tandas Budi.

572