Home Gaya Hidup Jokowi Sebut Cornelis Lay Akademisi Tak Silau Jabatan

Jokowi Sebut Cornelis Lay Akademisi Tak Silau Jabatan

Yogyakarta, Gatra.com - Presiden Joko Widodo menyampaikan kesannya pada Guru Besar Universitas Gadjah Mada Cornelis Lay yang meninggal kemarin, Rabu (5/8). Mas Cony, sapaan Cornelis, berpesan, intelektual dinilai harus berjuang untuk kemanusiaan.

Kesan Presiden Jokowi itu disampaikan Menteri Sekretaris Negara Pratikno saat memberi penghormatan terakhir pada almarhum Cornelis di Balairung UGM, Kamis siang (6/8).

“Mas Cony yang saya kenal itu akademisi, pemikir, dan aktivis yang tidak silau pada gemerlap jabatan dan oleh arus kekuasan, dan selalu berjuang untuk kemanusiaan,” kata Pratikno mengutip tulisan Jokowi tentang Cornelis.

Tulisan Jokowi tersebut salah satu kesan sejumlah tokoh terhadap Cornelis yang dikumpulkan di buku 'Intelektual Jalan Ketiga'. Cornelis juga menjadi bagian tim pemenangan Jokowi saat pemilihan presiden 2014.

“Buku ini untuk memperingati ulang tahun beliau. Di buku tersebut banyak cerita,” kata Pratikno, mantan Rektor UGM sekaligus kolega Cornelis di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM.

Sebelumnya Rektor UGM Panut Mulyono menyatakan keluarga besar UGM menyampaikan rasa duka cita yang mendalam atas berpulangnya Cornelis.

“Semoga almarhum memperoleh tempat yangg paling mulia di sisi Tuhan Yang Maha Esa dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan untuk melanjutkan perjuangan almarhum,” ujarnya.

Menurut Panut, Cornelis adalah pejuang pemikir yang memberi kontribusi pada ilmu pemerintahan dan politik. Panut pun ingat betul pesan Cornelis saat berpidato di pengukuhan guru besar, awal 2019, dengan judul “Jalan Ketiga Peran Intelektual: Konvergensi Kekuasaan dan Kemanusiaan".

Panut berkata, Cornelis mengungkapkan dilema intelektual menghadapi kekuasaan. Dengan tegas, Cornelis menyatakan intelektual harus berani menyampaikan konsep dan pernyataan sesuai pengetahuan berdasarkan kemanusiaan.

“Satu pesan beliau yang sangat kuat dan saya ingat dari pidato itu bahwa dosa terbesar kaum intelektual itu tidak berdasarkan kesalahannya tapi oleh kebohongan dalam mengungkapkan apa yang diketahuinya,” tuturnya.

Sebagai pribadi, Panut mengenang Cornelis sebagai sosok nasioanlis bersahaja yang hangat dan ramah. “Beliau peduli pada orang-orang di sekitarnya. Kita ikuti di media sosial banyak orang yang kehilangan beliau,” kata dia.

Cornelis Lay, kelahiran Kupang, Nusa Tenggara Timur, 6 September 1959, meninggal kemarin pada usia 60 tahun di RS Panti Rapih Yogyakarta. Setelah disemayamkan di rumah duka dan pemberian penghormatan terakhir di Balairung UGM, siang ini mendiang dikebumikan di pemakaman UGM, Sawitsari, Sleman, DIY.

280