Home Milenial Mendikbud Akui, Terlalu Lama PJJ Timbulkan Dampak Negatif

Mendikbud Akui, Terlalu Lama PJJ Timbulkan Dampak Negatif

Jakarta, Gatra.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, mengakui bahwa pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dilakukan selama masa pandemi Covid-19 memang banyak menemui tantangan. Selain itu, dari evaluasi yang dilakukan pihaknya Nadiem juga mengatakan bahwa pelaksanaan PJJ dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan efek negatif terhadap peserta didik.
 
Nadiem juga menjelaskan bahwa kelangsungan belajar mengajar yang tidak dilakukan di sekolah akan berpotensi menimbulkan dampak negatif yang akan berkepanjangan. Mendikbud mencontohkan, bawah dampak negatif pertama yang timbul adalah ancaman putus sekolah karena kondisi PJJ yang tidak optimal. Anak dikhawatirkan juga akan dipaksa bekerja oleh orang tua, untuk membantu keuangan keluarga di tengah krisis pandemi Covid-19.
 
"Kemudian akhirnya persepsi orang tua berubah terhadap peran sekolah dalam proses pembelajaran yang tidak optimal. Karenanya ancaman putus sekolah adalah dampak yang real dan bisa berdampak seumur hidup bagi anak-anak kita," tutur Nadiem.
 
Untuk dampak kedua, jika kelangsungan belajar mengajar tidak dilakukan di sekolah dalam jangka waktu yang lama, maka akan terjadi kesenjangan capaian belajar anatara peserta didik. Karena tiap peserta didik mempunyai akses dan kualitas yang berbeda terhadap teknologi penunjang pembelajaran. Selain itu, studi juga menyebutkan bahwa pembelajaran di kelas kan menghasilkan pencapaian akademik dibandingkan PJJ.
 
"Sehingga kita beresiko terdampak sebuah Learning Loss, dimana akan ada dampak permanen pada generasi kita terutama bagi yang lebih muda jenjangnya," tuturnya.
 
Dampak negatif yang terakhir, kata Nadiem, juga adanya potensi peningkatan kekerasan pada anak dan resiko psikososial lainnya yang akan dihadapi sang anak. "Dengan stress di dalam rumah, tidak bisa ketemu temannya, dan sebagainya. Jadi dampak psikologis, dampak masa depan anak-anak kita untuk tidak melakukan PJJ secara berkepanjangan ini real," jelas Nadiem.
 
Oleh karenanya, mempertimbangkan kebutuhan pembelajaran, berbagai masukan dari para ahli dan organisasi serta mempertimbangkan evaluasi implementasi SKB Empat Menteri, Pemerintah melakukan penyesuaian keputusan bersama Empat Menteri terkait pelaksanaan pembelajaran di zona selain merah dan oranye, yakni di zona kuning dan hijau, untuk dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat.
 
"Prioritas utama pemerintah adalah untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat secara umum, serta mempertimbangkan tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial dalam upaya pemenuhan layanan pendidikan selama pandemi COVID-19," jelas Mendikbud.
 
Mendikbud juga menekankan, bahwa sekali pun daerah sudah dalam zona hijau atau kuning, pemda sudah memberikan izin, dan sekolah sudah kembali memulai pembelajaran tatap muka, orang tua atau wali tetap dapat memutuskan untuk anaknya tetap melanjutkan belajar dari rumah. 
 
Dalam perubahan SKB Empat Menteri ini, izin pembelajaran tatap muka diperluas ke zona kuning, dari sebelumnya hanya di zona hijau. Prosedur pengambilan keputusan pembelajaran tatap muka tetap dilakukan secara bertingkat seperti pada SKB sebelumnya. Pemda/kantor/kanwil Kemenag dan sekolah memiliki kewenangan penuh untuk menentukan apakah daerah atau sekolahnya dapat mulai melakukan pembelajaran tatap muka. 
 
"Jadi bukan berarti ketika sudah berada di zona hijau atau kuning, daerah atau sekolah wajib mulai tatap muka kembali ya. Ini yang harus ditekankan. Walaupun di zona kuning hijau diperbolehkan tatap muka tapi bukan bukan berarti harus. Kita harus perhatikan otonomi dan prerogatif tiap daerah setiap kepala sekolah dan komite, dan setiap orang tua di indonesia. Semua harus dengan persetujuan dan kesiapan seluruh pihak," pungkasnya.
743