Home Politik Budaya Sungkan Bikin Politik Dinasti Eksis di Era Demokrasi

Budaya Sungkan Bikin Politik Dinasti Eksis di Era Demokrasi

Yogyakarta, Gatra.com - Dinasti politik bisa lahir dari sistem politik demokratis. Elite politik mestinya mendeklarasikan netralitasnya saat keluarga mencalonkan diri. Namun budaya sungkan yang berkembang subur di tengah warga membuat politik dinasti pertahan.

Hal itu mengemuka dalam 'Webinar Publik: Mencermati Praktik Politik Dinasti di Indonesia’ gelaran program studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Rabu (12/8).

Pengajar ilmu pemerintahan UMY Titin Purwaningsih menjelaskan bahwa politik dinasti mengalami perkembangan. “Awalnya dinasti memang turun temurun, tidak lewati proses demokrasi. Tapi Sekarang ada democratic dinasty, dinasti yang dihasilkan dari proses demokrasi. Konteksnya bukan turun temurun, tapi yang terpilih keluarga elite politik atau inkumben,” tutur dia.

Pernyataan ini sekaligus menyanggah pandangan Tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin, yang juga berbicara di forum ini. Ngabalin menyatakan, politik dinasti tak ada lagi di era demokrasi saat ini.

Sebelumnya, Titin yang meneliti ihwal politik dinasti, menjelaskan bahwa praktik paling tepat dan sering terjadi di Indonesia adalah politik kekerabatan. Politik ini melanggengkan kekuasaan lewat rekrutmen politik bukan berdasarkan kemampuan, tapi pertimbangan hubungan kekerabatan.

“Politik dinasti Presiden (Jokowi) itu belum jadi karena harus lebih dari dua generasi. Yang masuk kategori ini misalnya di Banten dan Sulawesi Selatan,” ujarnya.

Titin menjelaskan politik dinasti tak lepas dari otonomi daerah yang berpengaruh pada langkah partai politik. Partai politik yang posisinya lemah di suatu daerah bisa memberikan dukungan ke tokoh politik yang kuat di daerah tersebut beserta kerabatnya.

Namun, imbuh Titin, parpol yang kuat di daerah itu juga bisa menentukan terjadinya politik kekerabatan. “Solo itu basis PDIP, siapa yang dicalonkan PDIP pasti menang, tanpa harus mencalonkan Gibran (putra Jokowi),” tuturnya.

Menurut Titin, politik dinasti dapat dicegah dengan pendidikan politik lewat keteledanan dari elite politik dan pengurus partai. Selain itu partai bisa menjaring kandidat dari bawah lewat konvensi.

Untuk mencegah konflik kepentingan, petahana semestinya mengumumkan kerabatnya maju di konets politik lokal. “Dia mesti declare bahwa dia netral, tak gunakan fasilitas negara, dan menginstruksikan jajarannya untuk bersikap netral. Ini akan lebih fair,” ujarnya.

Sayangnya sebagian besar warga kita sungkan terhadap para elite politik, termasuk jika kerabatnya maju dalam kontes politik. “Ini juga jadi permasalahan. Untuk itu, saya lebih suka kerabat tidak mencalonkan dulu (sampai petahana selesai) supaya konflik kepentingan diminimalkan,” ujarnya.

499