Home Politik Proses Lambat Dugaan Pelanggaran Etik Firli

Proses Lambat Dugaan Pelanggaran Etik Firli

Persoalan etik Ketua KPK, Firli Bahuri, masih belum menemukan titik terang. Gerak Dewas KPK dinilai lambat dalam menangani persoalan etik pimpinan. Kinerja Dewas KPK dipertanyakan.


Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum menunjukkan perkembangan terbaru terkait pendalaman persoalan etik yang diduga dilakukan Ketua KPK, Firli Bahuri. Padahal, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) telah melaporkan Firli ke Dewas KPK sejak 24 Juni silam.

Langkah Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, melaporkan lantaran pihaknya menilai Firli Bahuri selaku Ketua KPK telah melanggar kode etik yakni terkait hal bergaya hidup mewah dengan menaiki helikopter ketika dirinya melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan, 20 Juni lalu. Terlebih hal itu dilakukan untuk kepentingan pribadi, antara lain ziarah kubur ke makam orangtuanya.

Berdasarkan dokumen Civil Aircraft Register Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan tahun 2019, heli Eurocopter tipe EC130 T2 dengan nomor registrasi PK-JTO itu tercatat dioperatori oleh PT Air Pacific Utama, anak perusahaan PT Multipolar Tbk, yang masih anak perusahaan Lippo Group.

Dewas KPK telah melakukan evaluasi kinerja pimpinan pada triwulan pertama melalui rakor pengawasan dan evaluasi kinerja. Namun Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, mengatakan belum melakukan konfirmasi lebih lanjut tentang kemungkinan Firli diberi fasilitas gratis oleh PT Air Pacific Utama atau Lippo Group dalam perjalanan tersebut.

Tumpak mengatakan, pihaknya telah melakukan klarifikasi terhadap masalah ini dengan meminta keterangan dari berbagai pihak atas pengaduan etik itu. Termasuk klarifikasi kepada Firli, penyedia jasa heli, dan pihak lainnya. Nantinya, Dewas KPK akan melakukan pemeriksaan pendahuluan apakah ada pelanggaran etik atau tidak. Jika memang ada, maka akan dilakukan sidang. "Jadi bersabar memang banyak yang bertanya apakah sudah rampung, hasilnya belum bisa saya bilang, hasil bisa dilihat kalau sudah ada persidangan di Dewas," kata Tumpak dalam konferensi pers secara daring pada 4 Agustus lalu.

Menurut Tumpak pemeriksaan pendahuluan itu mengkaji kembali apa yang disampaikan Kelompok Kerja Fungsional dari apa yang tertuang dalam klarifikasi. Kemudian Dewas merumuskan apakah ini cukup bukti ada perbuatan pelanggaran etik. "Apabila berkesimpulan cukup bukti kami tetapkan akan disidangkan kalau tidak akan ditutup perkara itu," ia menjelaskan.

Jika memang ada pelanggaran, Tumpak menambahkan, sidang akan digelar secara maraton pada bulan Agustus. Namun hingga pertengahan Agustus ini, belum ada kabar lebih jauh terkait sidang etik Firli. Anggota Dewas KPK, Albertina Ho, menuturkan jika memang ada sidang etik akan dilaksanakan tertutup dan pihaknya berupaya semaksimal dan seobjektif mungkin.

Karena masalah etik, Albertina menambahkan, bukan persoalan benar atau salah melainkan pantas atau tidak pantas. "Tapi tidak perlu khawatir pada waktu putusan akan dilaksanakan terbuka. Jadi siapa saja bisa melihat, tapi dalam persidangan tertutup," kata Albertina.

Anggota Dewas KPK lainnya, Syamsuddin Haris, menambahkan Dewas bekerja profesional. Pihaknya tidak mau gegabah, tergesa-gesa, dan tidak akan begitu saja menetapkan seseorang melanggar etik tanpa fakta, bukti, dan keterangan pendukung yang cukup. "Penetapan seseorang melanggar etik atau tidak harus melalui persidangan etik. Jadi bersabarlah," ia memungkasi.

Kepada wartawan Gatra Wahyu Wachid Anshory, Firli menolak menanggapi tentang pengaduan kasus etiknya lebih jauh. Demikian halnya pihak Lippo Group.

***

Menurut Boyamin Saiman, persoalan etik Ketua KPK Firli Bahuri sudah layak disidangkan. Karena laporan pihaknya itu terkait dengan helikopter mewah. “Dan saya sudah melakukan rekonstruksi dari Palembang ke tempatnya Pak Firli itu cuma butuh waktu empat setengah jam, itu pun masih sempat makan sarapan pagi. Jadi mestinya kalau Pak Firli pakai voorijder, pakai pengawalan, itu paling-paling tiga jam sudah sampai," tuturnya kepada Gatra.

Terlebih, ketika itu Firli juga tidak sedang menghadiri acara yang dilakukan secara resmi oleh dirinya selaku Ketua KPK. “Sehingga ini layak dibawa ke persidangan untuk dugaan hidup mewah berkaitan dengan helikopter mewah,” katanya. Jadi menurutnya tidak ada urgensi Firli untuk naik helikopter yang terbilang mewah dalam perjalanan itu.

Kemudian persoalan kedua adalah berkaitan dengan siapa yang meminjami atau menyewakan helikopter tersebut. “Nah, ini perlu diketahui, apakah disewa dengan harga wajar atau tidak wajar. Karena kalau harga diskon, itu bisa menjadi gratifikasi. Seharusnya Dewas KPK bisa menjangkau ke sana. Mengecek harga sewanya wajar atau tidak wajar. Lalu dibayar atau tidak dibayar,” ia memaparkan.

Persoalan yang ketiga, Boyamin menambahkan, siapa yang menyediakan helikopter itu harus dikejar. "Apakah pihak-pihak yang bepekara di KPK. Tapi setidak-tidaknya, dari sisi hidup mewah karena menggunakan helikopter mewah, maka menurut saya Firli ini layak dibawa ke persidangan. Karena itu sudah diduga melanggar kode etik. Karena memang aturanya pimpinan KPK dilarang berlaku atau bergaya hidup mewah. Dan diminta hidup sederhana," ia menjelaskan.

Dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 01 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, ditemukan ada dua poin yang melarang pimpinan bergaya hidup mewah. Pertama, pada bagian nilai dasar Integritas Nomor 27, aturan itu melarang pegawai KPK bergaya hidup hedonistik. Bunyinya, “Tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama kepada sesama Insan Komisi”.

Selain itu, aturan baru tersebut juga masih mempertahankan larangan untuk bermain golf. Yang bunyinya, “Tidak bermain golf atau olahraga lainnya dengan pihak atau pihak-pihak yang secara langsung atau tidak langsung berpotensi menimbulkan benturan kepentingan dengan komisi”.

Boyamin menyatakan dirinya akan tetap mengawal laporannya itu. “Kalau nanti dari Dewas KPK tidak memuaskan saya selaku pelapor, nanti saya bisa uji dengan saya gugat ke pengadilan,” imbuhnya.

Hal serupa juga diutarakan Peneliti ICW, Kurnia Ramadhan. Menurutnya, Dewas KPK telah abai dalam melihat dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua KPK, Firli Bahuri terkait penggunaan helikopter mewah di Sumatera Selatan.

Kurnia berpendapat, tindakan Firli tersebut sudah dapat dipastikan melanggar kode etik karena menunjukkan gaya hidup hedonisme. "Bahkan lebih jauh, tindakan Firli juga berpotensi melanggar hukum jika ditemukan fakta bahwa fasilitas helikopter itu diberikan oleh pihak tertentu sebagai bentuk penerimaan gratifikasi," ujarnya kepada Muhammad Almer Sidqi dari Gatra.

Persoalan Dewas memang menjadi sorotan utama ICW. Menurut Kurnia, Dewas dinilai tidak mampu bertindak tegas terkait kode etik Ketua KPK. Karena itu, kinerja Dewas KPK sepanjang semester I tahun 2020 dinilai belum efektif. "Hal ini sekaligus membuktikan bahwa keberadaan lembaga tersebut sebenarnya tidak dibutuhkan di KPK," katanya.

Bagi Kurnia, kinerja Dewas tidak lebih baik dibandingkan dengan Deputi Pengawas Internal KPK pada era UU KPK lama. Sebab, berkaca pada pengalaman sebelumnya, kedeputian tersebut terbukti pernah menjatuhkan sanksi pada dua orang Pimpinan KPK, yakni Abraham Samad dan Saut Situmorang. Namun, untuk Dewas KPK saat ini—di tengah ragam dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK—tidak kunjung menjatuhkan sanksi terhadap yang bersangkutan. "Melihat kinerja Dewas yang tidak maksimal, maka hal ini sekaligus memperkuat fakta bahwa keberlakuan UU KPK baru tidak menciptakan situasi yang baik pada kelembagaan anti rasuah," kata Kurnia.

Karena itu, ICW berharap agar uji formil UU KPK yang baru dapat dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) agar kelembagaan Dewas KPK bisa segera ditiadakan dan dapat mengembalikan fungsi pada kedeputian pengawas internal.

Gandhi Achmad

 

---------Kutipan: -------------

"Melihat kinerja Dewas yang tidak maksimal, maka hal ini sekaligus memperkuat fakta bahwa keberlakuan UU KPK baru tidak menciptakan situasi yang baik pada kelembagaan anti rasuah."

Kurnia Ramadhan

 

"Sehingga ini layak dibawa ke persidangan untuk dugaan hidup mewah berkaitan dengan helikopter mewah."

Boyamin Saiman

 

--------------g ----------------