Home Ekonomi PKS Pertanyakan Anggaran Bansos Rp129 Miliar Tak Bertuan

PKS Pertanyakan Anggaran Bansos Rp129 Miliar Tak Bertuan

Jakarta, Gatra.com - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Netty Prasetiyani mempertanyakan adanya selisih anggaran bantuan sosial bagi pegawai dengan upah di bawah Rp5 juta.

Pasalnya, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah menjelaskan besaran jumlah anggaran program ini mencapai Rp37.870.345.011.000 dengan target 15.725.232 pekerja. Caranya, dengan langsung menyalurkan pada rekening masing-masing taget sebesar Rp600 ribu per bulannya selama empat bulan.

"Saya hitung ternyata disitu ada selisih. kalau kemudian Rp600 ribu dikali empat bulan, Rp2.400.000 dikali target 15 juta lebih, itu mencapai Rp37.740.556.800.000. Jadi saya hitung tadi ada selisih Rp129.788.211.000 yang tidak bertuan atau tidak dijelaskan dalam persentasi ini,” kata Netty dalam rapat Komisi IX DPR RI dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJamsostek di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (26/8).

Ia menegaskan, angka dalam anggaran bantuan sosial ini merupakan instrumen ideologis untuk menyelesaikan permasalahan di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Bahkan, anggaran ini diharapkan mampu menghadirkan kesejahteraan masyarakat.

“Jadi kalau kemudian ada angka yang muncul sebanyak Rp129 miliar tidak berjudul, tidak bertuan dan tidak disebutkan, ini mau diapakan? Ini menurut saya catatan,” ujarnya.

Selanjutnya, Netty mempertanyakan proses validasi rekening 15 juta pekerja yang menjadi target penyaluran bansos ini. Pasalnya, berdasarkan pengalaman penyaluran bansos sebelumnya yang menerapkan skema validasi berlapis, masih memiliki permasalahan.

“Kalau kemudian targetnya 15 juta ini sudah tinggal berapa bulan? bagaimana proses validasi yang akan dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan? Ini jangan-jangan ada data fiktif begitu. Atau kemudian juga ada rekening yang bisa digunakan untuk menampung,” ucapnya.

Selain itu, Netty juga mengkritisi target penyaluran dana bansos yang merupakan para pekerja aktif ini. Padahal, masih banyak korban Penghentian Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19 ini yang membutuhkan bantuan pemerintah.

“Kok ada ya program memberikan insentif untuk pegawai berpenghasilan di bawah Rp5 juta. Padahal hari ini jelas-jelas di hadapan kita ada yang sudah ter-PHK. Kalau ini kan berarti kan masih punya pekerjaan, yang ter-PHK itu bagaimana strateginya?” ungkapnya.

“Jadi artinya kalau kita kemudian membuat sebuah program, saya ingin menegaskan, seharusnya prinsip keadilan ini yang membingkai program yang digulirkan oleh pemerintah. Jangan sampai kemudian, alih-alih kita merasa membuat sebuah program, tapi justru menciptakan disparitas, menciptakan kesenjangan.”

186