Home Ekonomi Optimalisasi Serat Rayon Mampu Tingkatkan Industri TPT Lokal

Optimalisasi Serat Rayon Mampu Tingkatkan Industri TPT Lokal

Jakarta, Gatra.com- Industri tekstil dan produk tekstil atau TPT dalam negeri diminta mulai mengoptimalkan penggunaan bahan baku yang dapat diproduksi dari dalam negeri alih-alih produk impor. Salah satu yang dapat diproduksi di Indonesia adalah serat rayon.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa mengatakan, industri tekstil dan produk tekstil Indonesia (TPT) mengalami tantangan besar. Salah satunya yaitu banyaknya produk impor yang masuk sehingga memengaruhi neraca perdagangan TPT dalam negeri. Ia mengkhawatirkan, apabila kondisi tersebut tidak segera diatasi, maka akan memunculkan deindustrialisasi dan lonjakan PHK.

“ Untuk memberikan keringanan bagi industri dalam negeri, maka produk impor harus dikendalikan. Salah satu upaya yang dilakukan Kementerian Perindustrian yaitu melakukan substitusi produk dalam negeri. Kami berterima kasih kepada Kemenperin,” tuturnya dalam Simposium: “Towards Responsible Supply Chain” diselenggarakan oleh Komite Serat dan Filamen BPP – API, Kamis (26/11/2020).

Jemmy menjelaskan bahwa sebagian besar impor produk tekstil merupakan kain katun yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri. Di sisi lain, Indonesia memiliki kemampuan untuk memproduksi bahan baku tekstil tanpa perlu memberatkan neraca perdagangan lewat produksi serat rayon dan polyester.

“Polyester dan rayon itu bahannya lebih lembut dan menyerap warna yang baik, berkualitas baik. Seharusnya garmen meningkatkan bahan baku rayon. Dengan itu, diharapkan perekonomian Indonesia dapat tumbuh dan besar. Saya berharap terdapat solusi terbaik,” katanya.

Hadirnya Asia Pacific Rayon sebagai pemain baru serat rayon sejak 2019 lalu,menjadi angin segar untuk memperkuat struktur industri tektil dalam negeri. Mampu memproduksi 240.000 ton serat rayon per tahun, APR tidak hanya menjadi solusi untuk penguatan industri domestik melainkan juga menyumbang devisa dengan produk yang berorientasi ekspor.

“Komitmen kami sangat ambisius. Termasuk clean manufacturing melalui inovasi teknologi, sertifikasi dan kolaborasi. Kita memastikan bahan baku tanaman yang dikelola secara lestari, rantai pasok melacaknya secara bertahap. Jadi, melalui QR Code,” ucap Direktur PT Asia Pacific Rayon Basrie Kamba.

Basrie Kamba mengatakan, pelaku TPT di hulu menerapkan QR Code untuk produk pakaiannya. APR tidak berpedoman pada made in, tetapi mengacu pada pendekatan responsible supply chain. APR selalu bersinergi dengan pelaku TPT, dari tahapan sebelum memproduksi produk hingga proses finishing.

“Apa yang dikeluhkan [pelaku TPT], mereka datang ke Jakarta [Fashion Hub] kami karena kami merupakan produsen serat rayon. Untuk mendorong pertumbuhan ini, lakukan inovasi dan kolaborasi. Kami juga tidak pernah berpuas diri dan selalu melakukan perbaikan untuk negara, iklim, dan konsumen,” ujarnya.

 

Isu Supply Chain, Industri Teksil Mampu Bertahan

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian, Muhammad Khayam berharap lebih pada TPT. Pasalnya, industri ini telah menyerap sekitar 3,3 juta orang, meski terdampak COVID-19.

Oleh karena itu, ia berharap pelaku industri TPT dapat berinovasi untuk menciptakan bahan baku dan produk dalam negeri. Meski untuk mengembangkan industri kain masih mengalami kendala karena masih mengandalkan bahan baku impor.

Supply demand, industri hulu Indonesia udah memiliki industri polyester serta industri rayon. Ini membanggakan, selama bertahun tahun industri rayon belum terintegrasi tapi sekarang sudah terintegrasi,” ujarnya.

Berdasarkan data BPS dan Kemenperin, supply demand serat rayon pada 2019 mampu menghasilkan produk ekspor sebesar 351,92 ribu ton. Sedangkan ketergantungan pada produk impor hanya 47,49 ribu ton. Berbanding terbalik dengan supply demand kapas sebagai produk ekspor sebesar 35,52 ribu ton, sedangkan produk impornya sebesar 625,55 ribu ton.

Muhammad Khayam berujar, perbaikan supply chain melalui Indonesia Smart Textile Industry Hub dapat mendorong industri lokal untuk berkembang.

“Peraturan tata niaga agar terus awasi dan kendalikan. Selain itu, optimalisasi pasar dalam negeri. Kemampuan indsutri, bagaimana kita sama sama menjaga pengendalian impor tadi, terjadi keterbukaan data yang selalu dipakai semua pihak,” tuturnya.

Simposium: “Towards Responsible Supply Chain” Komite Serat Dan Filamen BPP – API pada Kamis (26/11/2020) menghadirkan Direktur Jenderal IKFT – Kementrian Perindustrian Muhammad Khayam, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa, Direktur PT Asia Pacific Rayon Basrie Kamba, Peneliti Senior INDEF Dr. Aviliani, dan beberapa pembicara lainnya. (Adv).