Home Gaya Hidup Sri dan Para Perempuan Tangguh dalam Karya Laila

Sri dan Para Perempuan Tangguh dalam Karya Laila

Yogyakarta, Gatra.com – Perupa Laila Tifah menggelar pameran tunggal bertajuk “Sri” di Jogja Gallery, 7-17 Februari. Karya-karya di pameran ini menunjukkan pergulatan diri dan ketangguhan perempuan.

Laila menyuguhkan 35 lukisan dan 20 sketsa dalam pameran tunggal keduanya setelah pameran “Malam pertama” di Jakarta, 2004.

“Bagian menantang dalam berkarya bagiku, bukan dari segi teknik atau media apa yang akan kugunakan. Tetapi, menjaga agar pikiranku selalu aktif, baik itu pikiran sadar maupun alam bawah sadarku,” kata Laila dalam pernyataan tertulis, Sabtu (6/2).

Menurut dia, karya-karyanya merupakan akumulasi pikiran dan rasa yang muncul sewaktu-waktu dan mengganggu dirinya hingga digubah jadi sebentuk karya. Karya-karyanya bersifat personal, tapi tafsirnya ia diserahkan ke penikmat seni.

“Penafsiran mereka sering memberi kejutan dan terkadang kujadikan pertimbangan untuk kekaryaanku selanjutnya,” kata ujar lulusan Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini.

Dalam pengantar pameran ini, AA Nurjaman menjelaskan Laila meminjam ‘Sri’ dari tokoh dalam novelet karya Umar Kayam, “Sri Sumarah dan Bawuk” (1975). Cerita berlatar masa 1960-an itu menggambarkan perjuangan dan ketegaran perempuan Jawa.

“Sri menjadi inspirasinya untuk melihat melihat ke dalam dirinya dan memberikan makna untuk itu,” kata Nurjaman.

Untuk menggambarkan ketangguhan perempuan itu, Laila meminjam sosok ibu dan budhe-nya yang bekerja keras sebagai bakul pasar. Selain itu, perjuangan dirinya melawan penyakit diabetes, yang tampak dari lukisan “Karbo”, “Dimana Bakcang”, “Sederhana”, “Ngerowot”, dan “Hormat Waluh”.

Menurut Nurjaman, kecemasan yang melanda Laila telah menjadi titik yang memungkinkan dia berkarya dan menjadi sarana terapi.

Karena itu, identitas Laila pun muncul pada karya “Setengah Minang” (2015). Lukisan itu berisi sosok perempuan berkerudung dalam balutan batik tengah terbaring. Karya minyak di atas kanvas dalam tiga panel itu berlatar gelap, mengesankan pemandangan Ngarai Sianok, Minangkabau.

Laila juga tak canggung menyorot berbagai peristiwa sosial menyangkut perempuan, seperti tergambar dalam “Teka-Teki Tiket” (2010) soal tenaga kerja wanita.

“Karya-karya Laila senantiasa punya kekuatan garis, mirip dengan garis-garis lukisan yang menggunakan pastel atau krayon. Garis-garis bersumber dari peraman masa kecilnya,” kata Nurjaman.

 

512