Home Kebencanaan Perbedaan Data, Giat Siaga Darurat Karhutla Riau Diragukan

Perbedaan Data, Giat Siaga Darurat Karhutla Riau Diragukan

Pekanbaru,Gatra.com- Status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Riau tahun 2021 telah dimulai pada Senin (15/2). Bila tidak ada halangan, status tersebut baru akan berakhir pada Oktober 2021, hanya saja giat tim tersebut mulai diragukan.

Merujuk hasil kerja tim siaga darurat karhutla 2020, luas lahan yang terbakar di Riau sepanjang 2020 mencapai 1.587,66 hektare. Luasan itu nyatanya berbeda dengan pantauan Kementrian Lingkungan Hidup (Kemen LHK) pada tahun 2020. Pada tahun tersebut Kemen LHK mendapati luasan karhutla di Riau mencapai 15.422 hektare.

Belakangan diketahui, perbedaan tersebut lantaran metode pengamatan yang berbeda antara Tim Siaga Darurat Karhutla daerah dengan Kemen LHK. Jika tim di daerah berpijak pada hitungan luas kebakaran hutan di darat. Sedangkan Kementrian Lingkungan Hidup umumnya mengandalkan analisa pantauan satelit.

Direktur Eksekutif Wali Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, Riko Kurniawan, mengungkapkan dalam menyikapi perbedaan data tersebut harusnya data Kementrian LHK yang jadi rujukan. Sebab, data kementrian juga merujuk luasan areal gambut yang terbuka dan rusak.

"Harusnya dipakai data kementrian sehingga  pemulihan dan perlindungan gambut bisa lebih luas intervensinya. Soalnya dari  luas lahan gambut Riau yang mencapai 4.9 juta hektare, catatan kami 2.7 juta hektare sudah berubah fungsi dan rusak sehingga harus direstorasi dan dilindungi," terangnya kepada Gatra.com, Rabu (17/2).

Perbedaan luasan kebakaran tersebut turut memengaruhi jumlah emisi karbon dioksida (CO2) di Riau pada tahun 2020. Jika data tim daerah menyebut emisi CO2 imbas karhutla di Riau pada tahun 2020 bekisar 1,4 juta ton, maka data Kementrian LHK berkata emisi CO2 Riau mencapai 12 juta ton. Angka itu merupakan yang tertinggi se-Indonesia.

Riko mengungkapkan, total emisi versi Kemen LHK yang terbilang jumbo itu disebabkan oleh rusaknya lahan gambut.

"Karena gambut itu jika rusak akan mengeluarkan emisi apalagi terbakar, pasti akan bertambah emisi yang dikeluarkan," katanya.

Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) di Provinsi Riau, menilai pendekatan Pemprov Riau dalam mengantisipasi karhutla rentan akan penyelewengan. Hal lantaran skema siaga darurat karhutla gampang dimanipulasi.

"Apalagi ditinjau dari transparansinya, tentu anggaranya juga lebih mahal. Misalkan untuk kegiatan water boombing dan lain-lain. Sejauh ini berapa anggaran yang digunakan untuk giat siaga juga tidak diketahui," ungkap Kordinator FITRA Riau Triono Hadi.

Hingga berita ini diturunkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau belum memberikan tanggapan.

161